TEMPO.CO, Bojonegoro - PT Pertamina (Persero) menilai harga minyak dunia yang berfluktuasi menjadi tantangan bagi perusahaan. Untuk itu, perseroan telah memiliki beberapa strategi prioritas untuk mempertahankan kinerjanya di tengah fluktuasi harga minyak dunia saat ini.
“Tantangan yang paling besar saat ini adalah harga minyak dan nilai tukar dolar,” ujar Direktur Hulu Pertamina Syamsu Alam saat ditemui dalam kunjungan kerja Pertamina ke Bojonegoro, Jumat, 22 Juli 2016. Perseroan pun tak berharap harga minyak bisa menembus US$ 100 per barel dalam keadaan seperti ini.
Perseroan mengaku kini tengah memiliki sejumlah cara yang disebut sebagai strategi prioritas. Cara-cara tersebut antara lain melakukan eksplorasi pada upstream (sektor hulu), efisiensi operasional, peningkatan kapasitas dan kualitas, pengembangan pemasaran, manajemen keuangan, serta ekspansi ke luar negeri.
Syamsu mengatakan pihaknya berkomitmen melakukan eksplorasi tidak hanya mencari dan menemukan sumber minyak baru, tapi juga mengembangkannya. “Kami mencari prospek bukan hanya ditemukan, tapi juga diproduksi," katanya.
Ia melanjutkan, ekspansi juga menjadi hal yang perlu mengingat jumlah produksi dalam negeri masih jauh dibanding kebutuhan akan minyaknya. Itu sebabnya, Pertamina berfokus mencari sumber-sumber ladang minyak ke luar negeri untuk memenuhi permintaan minyak di Indonesia.
Meskipun cadangan minyak Indonesia masih 3-4 miliar barel, ucap Syamsu, kebutuhan dalam negeri terus meningkat. “Pertamina sudah mengantisipasi itu,” tuturnya. Kini Pertamina tengah membidik negara-negara di kawasan Timur Tengah dan Afrika. Namun Syamsu enggan memberi tahu negara mana yang sedang dibidik tersebut.
Sebelumnya, Pertamina telah memiliki kerja sama dengan Malaysia, Irak, dan Aljazair dalam mengelola minyak. Bahkan, di Aljazair, Pertamina menjadi operator. Adapun di Irak dan Malaysia, kerja sama tersebut berupa kemitraan.
BAGUS PRASETIYO