TEMPO.CO, Jakarta - Bauran energi pembangkit listrik akan berubah sesuai dengan ketetapan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2016-2025. Berdasarkan dokumen tersebut, porsi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) akan turun sebesar 7,3 gigawatt menjadi 34,8 gigawatt dari sebelumnya direncanakan sebesar 42,1 gigawatt. Namun demikian, pembangkit listrik berbasis batu bara ini masih mendominasi komposisi pembangkit.
Untuk pembangkit listrik tenaga gas dan uap (PLTGU), porsinya naik sebesar 9,7 gigawatt menjadi 18,9 gigawatt dibanding sebelumnya 9,2 gigawatt. Penurunan lainnya juga terjadi pada pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) dan pembangkit listrik tenaga mesin gas (PLTMG) sebesar 0,7 gigawatt. Sebelumnya, porsi PLTG dan PLTMG sebesar 5 gigawatt di RUPTL baru porsinya menjadi 4,3 gigawatt.
Adapun kenaikan porsi terjadi pada energi baru terbarukan. Di mana porsi pembangkit bertenaga air (PLTA) naik sebesar 5,3 gigawatt menjadi 14,5 gigawatt dibanding sebelumnya 9,3 gigawatt. Untuk pembangkit berbasis panas bumi (PLTP) kenaikan sebesar 1,3 gigawatt menjadi 6,1 gigawatt dari sebelumnya 4,8 gigawatt. Pembangkit energi baru terbarukan lainnya juga mengalami kenaikan sebesar 1,9 gigawatt dari sebelumnya tidak direncanakan sama sekali.
Direktur Perencanaan Korporat PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), Nicke Widyawati, menjelaskan bahwa pihaknya berupaya memenuhi bauran energi yang tercantum dalam RUPTL 2016-2025. "Penambahan kapasitas ini adalah untuk memenuhi target mencapai porsi EBT sebesar 19,6 persen pada 2025," katanya di Jakarta, Jumat, 22 Juli 2016.
BISNIS.COM