TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Muhammad Syarkawi Rauf mengatakan pihaknya akan melakukan amandemen terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Menurut Syarkawi, dalam usulan amandemen, tidak akan ada lagi angka Rp 25 miliar sebagai hukuman denda maksimal. Sebaiknya, denda dihitung dari presentasi hasil penjualan. “Itu yang lebih adil dalam rangka penerapan hukum. Kami usulkan (dendanya) 30 persen,” ujarnya, Kamis, 21 Juli 2016.
Hukuman berupa denda tercantum dalam Bab VIII Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. KPPU berwenang menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar undang-undang. Salah satunya dikenakan denda serendah-rendahnya Rp 1 miliar dan setinggi-tingginya Rp 25 miliar.
Syarkawi mengatakan hukuman berupa denda maksimal Rp 25 miliar itu terlalu kecil dibandingkan dengan pelanggaran yang dilakukan dalam persaingan usaha dan kerugian yang diderita konsumen.
Beberapa kali KPPU menyidangkan perkara terkait dengan persaingan yang tidak sehat antar-pengusaha. Salah satu perkara kartel yang ditangani KPPU, yang berujung ke tingkat kasasi di Mahkamah Agung, adalah kartel Short Message Service (SMS) atau layanan pesan pendek yang melibatkan lima perusahaan telekomunikasi. Perkara itu akhirnya dimenangkan KPPU.
Syarkawi telah membaca salinan putusan Mahkamah Agung melalui akun resmi Mahkamah, sepekan lalu. Dalam putusan itu, majelis hakim kasasi menjatuhkan hukuman denda maksimal kepada XL dan Telkomsel, masing-masing Rp 25 miliar. Sedangkan PT Telkom Rp 18 miliar, Bakrie Telecom Rp 4 miliar, dan PT Mobile-8 Rp 5 miliar.
Menurut perhitungan KPPU, nilai denda untuk lima perusahaan itu hanya Rp 77 miliar. “Itu jumlah yang kecil jika dilihat dari bisnis yang mereka lakukan. Lima perusahaan itu adalah perusahaan besar,” tutur Syarkawi.
DESTRIANITA