TEMPO.CO, Jakarta - Kinerja ekspor perikanan budidaya selama Januari-April masih tertekan sekalipun pemerintah tak lagi menghentikan izin kapal pengangkut ikan budidaya berbendera asing.
Mengutip data Badan Pusat Statistik, ekspor perikanan budidaya selama empat bulan pertama turun 14,4% dari periode sama tahun lalu menjadi 57.244,2 ton selama empat bulan pertama. Penurunan volume itu otomatis diikuti dengan merosotnya nilai ekspor hingga 31,9% menjadi US$50,8 juta.
Pengapalan rumput laut dan ganggang lainnya turun 14,4% menjadi 53.672,5 ton atau senilai US$33,6 juta. Sementara itu, ekspor ikan hidup hasil budidaya merosot 32% menjadi 2.757 ton atau senilai US$12,6 juta.
Baca juga: Kalla: Lebih Banyak Bank Lokal yang Tampung Dana Tax Amnesty
Adapun pengapalan mutiara hasil budidaya jatuh 91,7% menjadi 0,1 ton atau senilai US$976.000
Sebaliknya, ekspor udang hasil budidaya terbang 464% menjadi 733,8 ton atau senilai US$3,5 juta. Pada saat yang sama, pengapalan ikan segar/dingin hasil budidaya melesat tajam 367,6% menjadi 80,9 ton atau senilai US$145.200.
Sebelumnya ada tudingan, ekspor ikan Indonesia tertekan lantaran salah pemerintah. Pemerintah pada Maret menghentikan penerbitan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) Hidup Hasil Pembudidayaan berbendera asing bagi permohonan baru maupun perpanjangan.
Keputusan tersebut dengan Surat Edaran (SE) Dirjen Perikanan Budidaya No 721/DPB/PB.510.S4/II/2016 tentang Kapal Pengangkut Ikan Hasil Pembudidayaan Berbendera Asing (SIKPI-A). Keputusan itu yang dituding sebagai biang rendahnya ekspor ikan Indonesia.
Moratorium itu berakhir bersamaan dengan terbitnya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 15/Permen-KP/2016 tentang Kapal Pengangkut Ikan Hidup. Namun, beleid yang diundangkan 7 April itu membatasi kapal asing hanya boleh menerima ikan budidaya dari kapal berbendera Indonesia di satu pelabuhan muat singgah. Kapal asing tetal dilarang menjelajahi wilayah perikanan budidaya. Rupanya aturan baru ini belum manjur.