TEMPO.CO, Surabaya - Surabaya menjadi kota pertama safari Presiden Joko Widodo mempromosikan amnesti pajak. Di sana ada 2.700 pengusaha yang menghadiri sosialisasi kebijakan yang digadang-gadang bisa memulangkan setidaknya dana Rp 1.000 triliun itu.
“Padahal saya mintanya 2.000 orang saja. Artinya ada keinginan yang besar dari masyarakat untuki ikut amnesti pajak,” kata Jokowi di Grand City Convention Hall Surabaya, akhir pekan lalu.
Jokowi mengajak para pengusaha agar berpartisipasi dalam program itu untuk memulangkan aset mereka yang ada di luar negeri kembali ke tanah air.
Mantan Wali Kota Solo tersebut juga mengiming-imingi para pengusaha dengan penghapusan tunggakan pajak dan pembebasan sanksi administrasi pidana pajak sebelum keterbukaan informasi data perbankan dan pajak global 2018 mendatang. “Ini harus berhasil,” tutur Jokowi yang ditujukan kepada Kementerian Keuangan.
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugiasteadi optimistis kebijakan yang direncanakan sejak dua tahun lalu itu akan berhasil. Dia merujuk pada aliran dana masuk senilai Rp 97 triliun dari 1 Januari hingga 24 Juni 2016. “Sebagian itu dana repatriasi, urusan administrasinya belakangan,” kata Ken kepada Tempo di kantornya, Kamis, 14 Juli 2016.
Ke depannya, dia mengklaim akan ada banyak peserta yang ikut program ini. Selain sudah mengincar 6.000 wajib pajak yang menaruh uangnya di luar negeri, di dalam negeri pun masih ada 101 juta jiwa yang belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak. Dari jumlah dalam negeri saja, pemerintah bisa mendapat pundi-pundi Rp 300 triliun setahun.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan program ini mengutamakan repatriasi ketimbang tarif tebusan semata. Menurutnya, di tengah kemandekan ekonomi dunia dan merosotnya harga komoditas, kompetisi ekonomi global berpindah tren melakukan repatriasi aset warga negaranya.
Keuntungannya, Bambang menjelaskan, pertumbuhan ekonomi bisa terdongkrak lantaran likuiditas yang baik. Pada RAPBN 2017 pun dia menargetkan lonjakan pertumbuhan ekonomi 5,9 persen.
Karena itulah, tarif ditekan sedemikian rupa menjadi 2-5 persen untuk repatriasi, dan 4-10 persen tarif tebusan. Musababnya, banyak negara-negara tax haven semacam Singapura tak kalah memberikan banyak tawaran menarik hingga pemberian hak kewarganegaraan.
“Kalau tarifnya tidak rendah, kita kalah saing,” ucap Bambang. Dia memperkirakan setidaknya ada potensi Rp 11 triliun dana WNI yang ada di negara-negara OECD dan G20.
Karena kepastian tarif kecil dan kepastian hukum terhadap perlindungan data dari tindak pidana lain tersebut, kalangan pengusaha melontarkan janji manis. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Hariyadi Sukamdani mengatakan mayoritas pengusaha yang berjumlah lebih dari 20 ribu di APINDO siap mengikuti program ini.
Tidak tanggung-tanggung, seorang anggota Apindo mengatakan kepada Tempo, ada yang siap merepatriasi asetnya senilai lebih dari Rp 300 triliun.
Lalu bagaimana jika program ini gagal? Kepala Badan Kebijakan Fiskal Suahasil Nazara mengatakan fiskal negara tetap aman meskipun potensi tarif tebusan Rp 165 triliun melayang.
Negara, kata dia, cukup memitigasi defisit anggaran senilai lebih dari Rp 300 triliun. “Ekonomi tahun lebih bagus kok tanpa amnesti pajak sekalipun, coba lihat pertumbuhan yang lebih baik dari tahun lalu,” kata Suahasil.
Ken mengatakan siap bertanggung jawab apabila program ini gagal. “Nanti saja lihat hasilnya, saya siap secara konstitusional,” ucapnya.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis Yustinus Prastowo menambahkan, taruhan Kementerian Keuangan memang berat lantaran perlindungan hukum dan janji pertumbuhan ekonomi dari kebijakan ini rawan menjadi permainan politik terhadap masyarakat.
Program amnesti pajak resmi berlaku hari ini hingga 31 April 2017 mendatang. Presiden Jokowi juga dijadwalkan menghadiri sosialisasi di Medan, Semarang, Bandung.
ARTIKA RACHMI FARMITA | VINDRY FLORENTIN