TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Destry Damayanti, menyarankan instrumen investasi untuk menyerap dana repatriasi hasil pengampunan pajak atau tax amnesty perlu ditambah, sehingga dana yang masuk tak hanya diandalkan penyalurannya ke obligasi dan saham.
"Kami harap jangan semuanya masuk ke obligasi dan saham, itu pilihan instrumen yang perlu diperkaya," ujar Destry di gedung Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta, Selasa, 12 Juli 2016.
Destry berujar, jika dana yang didapat dari perusahaan sudah layak dan mampu untuk melakukan penawaran perdana saham atau initial public offering (IPO), harus didorong untuk juga mencatatkan sahamnya di pasar modal.
Namun, jika belum layak, menurut Destry, dana yang ada bisa ditampung ke investasi tertentu yang jumlahnya relatif masih terbatas. Dia mencontohkan, dana hasil repatriasi juga bisa dimanfaatkan untuk investasi langsung ke sektor riil.
"Kan enggak semua masuk ke instrumen keuangan, itu bisa masuk juga ke sektor riil," ucap Destry. Misalnya dengan ekspansi usaha atau investasi properti.
Destry mengatakan dana yang berada di luar negeri bisa mencapai ribuan triliun rupiah. Dalam skenario tax amnesty ini, dia memperkirakan dana yang masuk nantinya akan mencapai Rp 160 triliun.
Tax amnesty juga diharapkan bisa berdampak positif bagi perekonomian Indonesia. Yaitu didorong dengan reformasi birokrasi dan penyederhanaan regulasi. Karena itu, kondisi perekonomian dalam negeri akan semakin kondusif, khususnya dampak terhadap iklim investasi. "Sementara negara lain masih berkutat dengan British Exit (Brexit), Cina masih susah, Indonesia punya semua," tuturnya.
GHOIDA RAHMAH