TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Kota Depok, masih bingung dengan dasar pembatalan delapan Peraturan Daerah di Depok, oleh Presiden Joko Widodo. Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Depok Linda Ratna Nurdany mengatakan sedang berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi, atas dasar pembatalan delapan perda di Depok.
"Provinsi juga belum menerima tembusannya. Apa dasar pembatalannya," kata Linda, Rabu 22 Juni 2016.
Adapun, dari 3.143 Perda yang dibatalkan Presiden Jokowi, ada delapan perda yang berasal dari Depok. Kedepalan perda itu, yakni Perda Pengelolaan Barang Milik Daerah, Urusan Pemerintah, Pajak Daerah, Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi, Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi, Menara Telekomunikasi, Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, Retribusi Memperpanjang Izin Memperkerjakan Tenaga Kerja Asing,
Ia menuturkan pemerintah pusat juga belum bisa memberikan kepastian apakah perda tersebut dicabut secara keseluruhan atau parsial pasal-pasal tertentu, yang dianggap menghambat dan bermasalah. Pekan ini Pemprov Jawa Barat akan mengundang kota/kabupaten untuk mengadakan rakor setelah ada dasar pertimbangan pembatalan perda tersebut.
"Dasarnya apa yang menjadi pertimbangan pembatalan belum diketahui. Yang menangani Pemprov sebagai pembina kota/kabupaten," ujarnya.
Ia menuturkan perlu dilakukan kajian dan konsultasi dengan provinsi dan Kemendagri terhadap rilis perda yang telah dikeluarkan pemerintah pusat. Bila sebagian pasal saja yang dibatalkan, artinya pemerintah hanya perlu merevisi, bukan mencabut perda secara keseluruhan.
Soalnya, berdasarkan Undang-undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, kebijakan daerah berupa perda bisa dibatalkan Mendagri baik secara keseluruhan atau pasal per pasalnya saja. "Kalau hanya dibatalkan beberapa pasal saja, bisa direvisi pasal yang bermasalahnya," ucapnya. "Kan kami diminta untu klarifikasi lagi ke Kemendagri."
Menurutnya, dari delapan perda yang dibatalkan tersebut, sebenarnya tidak ada yang menghambat pembangunan maupun investasi. Yang ada, kata dia, hanya harmonisasi dengan perda yang lebih tinggi. "Jadi belum tentu dicabut. Sebab, setelah dipelajari akan diklarifikasi. Apa kami terima atau keberatan atas pembatalan itu," katanya.
IMAM HAMDI