TEMPO.CO, Jakarta - Izin Pemasukan Hasil Perikanan (IPHP) atau impor ikan masih banyak diajukan oleh para pelaku industri perikanan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Tercatat, pada periode Januari-Maret 2016 IPHP berjumlah 29.035 ton, dengan realisasi impor sebesar 11.460 ton.
Kebijakan pemerintah yang memberikan izin impor untuk sejumlah jenis ikan, dianggap sebagai solusi jangka pendek dan tak boleh dibiarkan berlarut-larut.
"Impor ini solusi jangka pendek, jangan sampai mendorong ketergantungan dan menciderai harga pasar," ujar Arif Satria Dekan Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor (IPB), dalam diskusi, di Menteng, Jakarta, Sabtu, 18 Juni 2016.
Baca Juga: Impor Ikan Terjadi Akibat Banyak Regulasi Menghambat
Hingga April 2016, bersasarkan data dari KKP, IPHP telah diberikan kepada 167 perusahaan importir. Yakni, industri pengalengan (27,25 persen), re-ekspor (45,33 persen), pemindangan (17,66 persen), fortifikasi (0,41 persen), horeka dan pasar modern (6,46 persen), kemudian umpan (2,90 persen).
Arif menambahkan keran impor harus dibatasi dengan syarat dan kondisi khusus yang memprioritaskan produksi ikan dalam negeri. "Misalnya impor jika ketersediaan ikan sejenis tidak mencukupi," katanya.
Arif mengaku miris mengetahui daftar negara-negara pemasok impor ikan Indonesia. "Kita sedih masak impor ikan kembung misalnya harus dari Arab Saudi, Yaman, bahkan Malaysia," katanya.
Berita Menarik: 10 Jenis Ikan yang Paling Banyak Diimpor Indonesia
Arif meminta pemerintah harus mengkaji dan memeriksa DNA atau asal ikan impor tersebut. "Impor juga harus cek lagi, jangan-jangan asalnya dari kita."
Untuk mengatasi problem impor ikan, Arif mengatakan dibutuhkan solusi percepatan sistem logistik ikan dan rantai dingin. Ada kebutuhan membangun cold storage berantai untuk menyimpan suplai ikan dalam negeri. "Misal di timur Indonesia over supply, bisa disimpan dulu nanti kalau ada daerah yang kekurangan didistribusikan, semacam bulog perikanan," katanya.
Langkah ini juga diharapkan dapat mengatasi disparitas harga hasil perikanan akibat kurangnya suplai atau distribusi ikan yang tidak merata. Oleh karena itu, untuk mendukung langkah-langkah tersebut, menurut Arif dibutuhkan roadmap industri perikanan dan kelautan Indonesia yang jelas dan terukur. "Jadi ada kesamaan persepsi kalau roadmapnya clear."
GHOIDA RAHMAH