TEMPO.CO, Jakarta - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menyebutkan sedikitnya ada lima catatan pada draf nota Rencana Angaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBNP) 2016. "Misalnya ada rasionalisasi dari target penerimaan pajak," kata Manajer Advokasi FITRA Apung Widadi, di Mampang, Jakarta Selatan, Ahad, 5 Juni 2016.
Pernyataan Apung merujuk target penerimaan perpajakan pada RAPBNP 2016 diubah menjadi Rp 1.527 triliun. Angka ini lebih rendah dari APBN 2016 sebesar Rp 1.546 triliun.
Secara umum dalam RAPBNP 2016, pendapatan negara juga diperkirakan turun dari Rp 1.822 triliun dalam APBN 2016, menjadi Rp 1.734 triliun. Penurunan target terbesar berasal dari Penerimaan Negara Bukan Pajak yang semula sebesar Rp 273.849 triliun menjadi Rp 205.411 triliun.
Catatan kedua adalah belanja fungsi atau mandatory spending untuk masyarakat di bidang pendidikan, kesehatan, jaminan sosial, dan pelayanan umum yang justru dikurangi. Diperkirakan belanja pemerintah untuk fungsi pelayanan umum di RAPBNP 2016 sebesar Rp 312.081 triliun atau lebih rendah 1,4 persen dari alokasinya dalam APBN 2015 sebesar Rp 316.532 triliun.
Rinciannya adalah alokasi anggaran untuk kesehatan dalam RAPBNP 2016 diperkirakan sebesar Rp 65.819 triliun atau lebih rendah 2,1 persen dari alokasinya di APBN 2016 sebesar Rp 67.213 triliun. Alokasi anggaran untuk pendidikan juga lebih rendah 7 persen dari Rp 150.090 triliun di APBN 2016, menjadi Rp 10.578 triliun.
Dari catatan FITRA yang mengalami peningkatan justru anggaran belanja pertahanan dan keamanan, yang menjadi fokus adalah soal terorisme dan narkoba. "Mungkin ada hubungannya dengan aktivitas kepolisian dan TNI menyikapi isu PKI," ujar Apung.
Catatan berikutnya adalah adanya perubahan pengeluaran pembiayaan, misalnya seperti Penyertaan Modal Negara pada PT PLN (Persero) dalam rangka mendukung program pembangkit listrik 35 ribu megawatt. Fitra melihat apakah target pembangkit listrik 35 ribu megawatt realistis atau tidak. "Menko Rizal Ramli saja katakan ini tak realistis."
PMN sebelumnya pernah ditolak dalam RAPBN 2016, dan kini kembali diajukan di RAPBNP 2016 dengan nilai Rp 68.658 triliun. Keempat adalah soal Tax Amnesty yang dianggap tak akan memberikan dampak terhadap APBN, utamanya adalah menutup defisit anggaran dalam APBN.
Terakhir, Apung mengatakan bahwa APBN 2016 pembiayaan utang ditetapkan sebesar Rp 330.884 triliun, dan dalam RAPBNP 2016 pembiayaan utang meningkat 16,6 persen menjadi Rp 385.845 triliun. "Sedih, setiap ada defisit, ditutupnya pakai utang," ucap Apung.
DIKO OKTARA