TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menggandeng United Nation Development Programme (UNDP) untuk menciptakan akses obat yang terjangkau masyarakat. Mereka menilai saat ini akses masyarakat terhadap obat cenderung terhambat berbagai macam regulasi.
"Fokus kami di KPPU akan mendorong supaya semua regulasi yang menghambat adanya akses kesehatan yang mudah dan berkualitas. Kami akan usul ke pemerintah untuk dilakukan perubahan regulasi yang menghambat," kata Ketua KPPU Syarkawi Rauf, seusai courtesy meeting dengan UNDP di gedung KPPU, Jakarta Pusat, Rabu, 25 Mei 2016.
Syarkawi mengatakan kesulitan akses obat yang biasa dialami di Indonesia, bahkan terjadi saat pasien berkonsultasi dengan dokter. Para dokter, menurut dia, cenderung memberikan resep tanpa menyebutkan konten obat, tapi merek obatnya. "Ini membuat konsumen tak punya pilihan lain," kata Syarkawi.
Keinginan KPPU itu sejalan dengan misi UNDP yang berfokus pada bidang pembangunan di daerah-daerah berkembang. Hingga saat ini, UNDP telah bekerja di 170 negara untuk memberantas kemiskinan, mengurangi kesenjangan, dan diskriminasi.
Salah satu tim penasihat panel ahli Sekjen PBB untuk panel akses terhadap obat, Frederick Abbott, mengatakan saat ini Indonesia tergolong negara yang warganya masih cukup kesulitan mengakses obat, baik karena harga maupun pengetahuan. Karena itulah ia bermaksud mencari kebijakan yang bisa menyelesaikan masalah tersebut.
"Saya bekerja sama dengan KPPU tentang berbagai bentuk opsi kebijakan pasar kompetitif yang membuat obat lebih mudah diakses orang yang tinggal di sini," kata Frederick.
Pertemuan KPPU dengan UNDP pun membahas masalah peningkatan penggunaan hukum persaingan usaha untuk memastikan akses pada teknologi kesehatan. Penguatan persaingan usaha industri kesehatan, khususnya obat, juga dibahas dalam rapat tertutup tersebut.
EGI ADYATAMA