TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Kepala Unit Pelaksana Program Pembangunan Ketenagalistrikan Nasional Agung Wicaksono mengatakan program 35 ribu megawatt membutuhkan sinergi tiga menteri. Program itu juga membutuhkan pihak yang bertanggung jawab atas program tersebut secara menyeluruh.
"Dalam program ini, harus ada sinergi antara Menteri ESDM, Menteri BUMN, dan Menteri Keuangan," ucap Agung di Gado-Gado Boplo, Jakarta, Sabtu, 14 Mei 2016.
Agung menjelaskan, ketiganya masing-masing berfungsi sebagai regulator, pemilik saham perusahaan, dan kasir negara.
Agung mengatakan berbagai pihak yang terlibat dalam program 35 ribu MW belum memiliki prioritas yang selaras. Soal tarif, kebijakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral serta Kementerian Badan Usaha Milik Negara tak sama.
Selain itu, PLN di bawah Kementerian BUMN sebagai pelaksana pasti harus bekerja memprioritaskan keuntungan perusahaan. Namun Agung menuturkan program ini tidak bisa dilihat semata dari sisi ekonomi dan keuangan. "Mengelola listrik boleh dengan otak duit, tapi harus dengan hati infrastruktur," ujarnya.
Agung menuturkan, jika ada ganjalan dana, program tidak boleh berhenti. Negara harus ikut mendukung dan memberi solusi. "PLN harus melihat ini bukan program korporat, tapi program negara," ucapnya.
Menurut Agung, kebutuhan listrik di Indonesia sangat darurat. Sejak 1997 hingga 2007, tidak ada pembangunan pembangkit sama sekali. Pembangunan kembali terjadi setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan program 10 ribu MW dalam dua tahap yang kemudian diwariskan kepada pemerintah Presiden Joko Widodo.
Saat ini pemerintah memiliki program 35 ribu MW plus 7.000 MW. "Tapi realitasnya, kinerja PLN dan pemerintah belum cukup," ujarnya.
Agung mengatakan data terakhir PLN mencatat, 18 ribu MW kontrak sudah ditandatangani. "Yang masuk fase pendanaan sebanyak 200 MW. Begitu juga yang sudah beroperasi sekitar 200 MW," tuturnya.
Agung menjelaskan, membangun beberapa jenis pembangkit membutuhkan waktu yang lebih lama. Itu sebabnya, pembangkit yang beroperasi baru sedikit.
Namun percepatan program masih bisa dilaksanakan. Caranya adalah mempercepat proses perencanaan, pengadaan, dan perizinan. "Itu yang harus dibenahi saat ini, supaya program ini bisa berjalan cepat," ucapnya.
VINDRY FLORENTIN