TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Bina Usaha Perdagangan Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Fetnayeti mengatakan bahwa dalam membuat Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum Distribusi Barang, pihaknya sudah mendengarkan masukan berbagai pihak.
"Setahun lebih prosesnya, undang asosiasi-asosiasi, memang enggak semua diundang, karena enggak mungkin semua (diundang)," kata Fetnayeti saat ditemui di Menara Kadin, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa, 10 Mei 2016.
Fetnayeti menjelaskan bahwa pihaknya membuat ini sebagai turunan dari UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Baginya, dalam Permendag itu mempertegas fungsi produsen dan distributor. "Produsen ya fungsinya produsen. Kalau dia distributor, gunakan fungsi itu."
Ketika ditanyakan tentang keberatan para produsen atas peraturan ini, Fetnayeti hanya mengatakan akan melapor dulu ke atasannya. Karena ia merasa tak bisa memutuskan sendiri. "Kami tak memutuskan sendiri Permendag ini, libatkan pelaku usaha."
Lebih lanjut, Fenta menuturkan bahwa jika produsen tersebut merangkap sebagai distributor boleh saja mendistribusikan langsung ke pengecer. "Kalau dia importir saja enggak boleh," ujar Fenta menjelaskan.
Anggota tim Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusahaan Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI), Astri Wahyuni, merasa keberatan dengan Pasal 19 yang terdapat dalam Permendagri berisikan empat ayat. Pada ayat 1 misalnya berbunyi Distributor, Subdistributor, Grosir, Perkulakan, Agen, dan Subagen dilarang mendistribusikan barang secara eceran kepada konsumen.
Astri melanjutkan bahwa sekarang produsen masih diperbolehkan mendistribusikan barang ke pengecer. Ia menyebut pengecer yang ia maksudkan adalah hypermarket atau supermarket. "Jadi jualnya ke gudangnya Carrefour, nanti Carrefour yang akan mendistribusikan."
DIKO OKTARA