TEMPO.CO, Nganjuk – Pemerintah Provinsi Jawa Timur menyiapkan anggaran Rp 7 miliar untuk operasi pasar menjelang Lebaran. Operasi akan digelar jika harga komoditas pokok telah mencapai 10-20 persen di atas harga normal.
Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Timur Drajat Irawan mengatakan pemerintah telah menyiapkan strategi operasi pasar untuk menjaga harga kebutuhan pokok menjelang Lebaran. Operasi pasar akan dilakukan pada 1-30 Juni 2016 di berbagai daerah yang mengalami lonjakan harga. (Baca: KPPU Temukan Penyebab Harga Bawang Merah Rp 40 Ribu per Kg)
Baca Juga:
“Kami menyiapkan anggaran Rp 7 miliar untuk operasi pasar ini,” kata Drajat saat sidak pasokan bawang merah di Desa Sukomoro, Kabupaten Nganjuk, Senin, 9 Mei 2016.
Anggaran sebesar itu, menurut Drajat, akan dialokasikan untuk subsidi biaya angkut dan kuli angkut yang memicu kenaikan harga produk di pasaran. Dia mencontohkan jika harga beras yang biasanya dipatok Rp 10 ribu per kilogram tiba-tiba melonjak menjadi Rp 15 ribu per kilogram. Dalam contoh tersebut, pemerintah akan memberi subsidi biaya angkutnya hingga kembali normal menjadi Rp 10 ribu per kilogram. Demikian pula untuk komoditas pokok lain yang diperkirakan mengalami lonjakan menjelang Lebaran.
Pemerintah baru akan melakukan operasi pasar jika kenaikan komoditas pangan mencapai 10-20 persen dari harga normal. Kenaikan di bawah itu masih dianggap wajar dan mampu dikejar konsumen. Meski disiapkan anggaran yang tak sedikit, Drajat berharap tidak terjadi lonjakan harga luar biasa menjelang Lebaran nanti.
Sementara itu, menanggapi naiknya harga bawang merah yang mencapai Rp 40 ribu per kilogram di Surabaya, Drajat mengatakan hal ini bukan akibat perilaku nakal pengusaha ataupun pedagang. Anomali cuaca serta jadwal panen yang baru terjadi dua bulan ke depan di sentra bawang merah Nganjuk menjadi pemicu kenaikan ini. “Saat ini memang banyak bawang dari Sulawesi, Bima, dan Brebes yang masuk,” katanya.
Namun tak lama lagi harga komoditas ini akan kembali turun saat petani di Nganjuk memasuki musim panen. Fakta ini, menurut dia, akan menjadi masukan bagi pemerintah untuk tak buru-buru melakukan impor bawang merah seperti yang didesakkan sejumlah pihak.
Di tempat yang sama, para petani bawang merah mengeluhkan tidak adanya bantuan bibit, obat, ataupun pupuk dari pemerintah. Hal ini sangat disayangkan mengingat pemerintah telah menjadikan kabupaten ini sebagai sentra bawang merah nasional. “Janjinya bulan depan diberi bantuan benih, tapi ndak tahu jadi apa tidak,” kata Marwoto, petani di Desa Sukomoro.
Celakanya, obat-obatan pertanian mahal yang dijual di pasaran akhir-akhir ini justru memiliki kualitas yang buruk. Hal tersebut memicu rendahnya produktivitas lahan selain faktor anomali cuaca yang ekstrem. Petani berharap pemerintah tak hanya mengatur soal distribusi barang, tapi juga membantu proses produksi dengan menyediakan bantuan benih dan obat berkualitas.
HARI TRI WASONO