TEMPO.CO, Surabaya – Indonesia bakal mendatangkan tujuh varietas tebu unggulan asal Brazil pada Agustus 2016. Hal itu dilakukan demi mengejar kekurangan produksi gula nasional yang ditargetkan mencapai 3,2 juta ton pada 2018. Varietas baru itu diperkenalkan oleh pakar gula dari Brazil dalam Kongres Ikatan Ahli Gula Indonesia (IKAGI) 2016 di Surabaya, Rabu, 4 Mei 2016.
“Kami memang bekerja sama untuk mengambil bibit-bibit produksi dari Brazil. Nanti tujuh varietas itu akan diaklimatisasi (penyesuaian fisiologis terhadap lingkungan baru) selama 6 bulan,” kata Ketua IKAGI Jawa Timur Sutaryanto di sela kongres.
Dia menuturkan Brazil dikenal sebagai produsen tebu terbaik di dunia. Negara di Amerika Latin itu mampu menghasilkan rendemen antara 10 persen hingga 14 persen dengan produksi tebu berkisar 150 ton sampai 200 ton per hektare.
Brazil juga tersohor dengan upaya hilirisasi yang optimal. Mulai produk co-generation yang mampu menghasilkan ampas yang banyak, hingga produk bahan bakar etanol. “Industri gulanya sudah mampu memproduksi etanol fuel grade (produk turunan tebu) yang sudah bisa dicampur dengan bahan bakar premium sebesar 25 persen,” tutur dia.
Sementara selama ini, varietas tebu Indonesia masih tertinggal, baik dari segi jumlah produksi dan rendemen. Akibatnya, produksi gula nasional belum maksimal. Untuk itu, Indonesia harus segera mendapatkan varietas baru yang produksinya bagus.
“Nanti sambil jalan, kita hidupkan lagi Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI). Karena kita tidak bisa menunggu,” kata Direktur Produksi PTPN X itu.
Begitu didatangkan dari Brazil, kata dia, mata bibit tebu tersebut akan menjalani masa aklimatisasi dan pembibitan selama 6 bulan di lahan seluas 2.000 hektare Desa Jengkol, Kabupaten Kediri.
Setelah itu, bibit akan disebarkan dan diujicobakan ke beberapa lokasi lahan milik PTPN X. “Tahun 2017 diharapkan sudah muncul varietas unggulan. Mana yang unggul, itu yang harus segera dipercepat.”
Tak hanya Brazil, pihaknya juga akan mencari varietas tebu unggulan dari negara lainnya seperti Mauritius dan India. Hingga tahun 2018, diharapkan terdapat mencapai 3.000 hektare lahan dengan bibit unggulan tersebut. Satu hektar lahan kira-kira membutuhkan 6-8 ton bibit. “Sehingga, tahun 2018 sudah harus masuk komersial,” ujar dia.
ARTIKA RACHMI FARMITA