TEMPO.CO, Jakarta - Kunjungan Presiden Joko Widodo ke Eropa pertengahan April kemarin tak sia-sia. Pemerintah bersama pengusaha domestik bisa membawa pulang komitmen investasi dari negara yang dikunjungi, yaitu Jerman, Inggris, Belanda, dan Belgia.
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat komitmen investasi tersebut mencapai US$ 20,5 miliar. Lawatan pemerintah dalam mencari investor dilakukan tanpa tangan kosong. Kehadiran sebelas paket kebijakan deregulasi menjadi modal Presiden Jokowi saat itu.
Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal BKPM Azhar Lubis mengatakan ada strategi yang berbeda dalam menarik minat investor kali ini. Paket deregulasi menunjukkan pemerintah punya perhatian serius kepada investor. “Kalau dulu itu buat aturan dulu baru diumumkan. Sekarang diumumkan dulu tapi aturan belum ada (dirancang),” kata Azhar di kantor BKPM, Jakarta, Senin, 25 April 2016.
Baca juga:
Ahok Buka Rahasia Mundurnya Rustam Effendi, Ternyata...
Kivlan Buka Rahasia, Alasan Moro Terlibat Negosiasi Sandera Abu Sayyaf
Jurnalis Prancis Menyusup ke Markas ISIS, Ini Temuannya
Geger Megawati Sebut Sandera Bebas karena Uang, Ini Kata Istana
Misteri 10 WNI Bebas Tanpa Uang, Filipina Ungkap Kecurigaan
Dari sisi investor, menurut Azhar, sebelum akhirnya menanamkan modal di negara tujuan akan melihat aturan main dulu. Namun para pelaku usaha di Eropa umumnya mengapresiasi langkah deregulasi pemerintah itu. Salah satunya ialah perusahaan Belgia yang menaruh perhatian terhadap revisi daftar negatif investasi (DNI) yang ada di paket kebijakan jilid X.
Azhar tak sepenuhnya optimistis. Ia menyebutkan meskipun ada komitmen investasi, pelaku usaha saat ini berada dalam posisi wait and see. Hal itu lantaran menunggu kepastian dan turunan regulasi dari pemerintah.
Sebelumnya, Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kementerian Perekonomian Edy Putra Irawady menuturkan paket deregulasi merupakan upaya pemerintah merespons kondisi global. Menurut dia, Indonesia mesti segera berbenah bila tidak ingin ketinggalan. Salah satu strategi yang dilakukan ialah dengan reformasi struktural. “Negara-negara di kawasan Asia Tenggara juga melakukannya,” tuturnya.
ADITYA BUDIMAN