TEMPO.CO, Surabaya - Bursa Efek Indonesia berencana membuka kantor cabang besar di kota Surabaya, Juni 2016. Hal itu dilakukan untuk menarik minat calon perusahaan yang ingin melantai di pasar modal.
“Kami akan membuka kantor cabang besar di sini khusus IPO (InitialPublic Offering), supaya mereka cukup datang ke Surabaya tidak usah datang ke Jakarta,” ujar Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio di sela acara IPO Fair 2016 di Hotel Sheraton Surabaya, Jumat, 29 April 2016.
Tito mengakui, kantor Bursa Efek Surabaya (BES) pernah berdiri pada tahun 1989. Namun pada 1 Desember 2007, BES digabungkan dengan Bursa Efek Jakarta (BEJ) menjadi BEI yang sekarang. Tak lama, BEI pun telah memiliki kantor perwakilan di Surabaya.
Namun, pertumbuhan ekonomi provinsi Jawa Timur dan kawasan Indonesia Timur menjadi pertimbangan. Tito menilai, dibukanya Bursa Efek Surabaya kembali, dapat menarik minat calon emiten yang berasal dari sana. “Bukan berarti hanya Jawa Timur saja, seperti dari Kalimantan dan Papua aja. Yang disasar adalah perusahaan-perusahaan di Indonesia Timur,” tuturnya.
BEI optimistis dapat menjaring emiten baru lebih banyak dari Jawa Timur. Karena menurutnya, perekonomian Jawa Timur adalah yang kedua terbesar di Indonesia setelah DKI Jakarta. “Potensinya besar sekali. Jawa Timur itu perusahaannya banyak, tapi belum semua go public,” ujar Tito.
Keberadaan Bursa Efek Surabaya nantinya diharapkan mampu menjaring 2 emiten dalam sebulan atau berkisar 24 setahun. Namun Tito mengatakan, pihaknya tak bisa mengukur dari sisi potensi perusahaan karena tiap perusahaan memiliki kendala yang berbeda. “Hanya saja, misalnya ada perusahaan medium dari Malang, kan suka malas ke Jakarta. Kalau di Surabaya mereka sudah biasa, awalnya hanya datang, tanya-tanya, lalu bisa langsung daftar.”
Persiapan menuju pendirian Bursa Efek di Surabaya, ujar Tito, tinggal beberapa tahapan teknis. Nantinya selain IPO atau penawaran saham perdana, pengisian dokumen dan pengarsipan, dapat dilajukan di kantor cabang Kota Pahlawan. “Jadi tidak perlu ke Jakarta.”
ARTIKA RACHMI FARMITA