TEMPO.CO, Jakarta -PT Bank Rakyat Indonesia, Tbk mencatatkan laba setelah taksiran pajak sepanjang kuartal pertama 2016 sebesar Rp 6,14 triliun atau tumbuh 0,6 persen dibandingkan periode sama tahun lalu. Laba tersebut berasal dari peningkatan pendapatan total yang tumbuh 11,46 persen menjadi Rp 25,75 triliun. “Laba tumbuh tapi tidak sebesar tahun lalu,” kata Direktur Utama PT Bank BRI dalam konferensi pers Paparan kinerja keuangan Triwulan I tahun 2016 di Gedung Pusat BRI, Kamis 28 April 2016.
Menurutnya, banyak faktor sebagai penyebab melandainya laba BRI. Yang utama karena tuntutan agar bank-bank menurunkan tingkat suku bunganya. Hal itu penting agar perbankan Indonesia bisa bersaing dengan bank lain di ASEAN. Akibat penurunan bunga keuntungan bank relatif mengecil.
Meski turun, Asmawi mengatakan pendapatan bunga masih menyumbang porsi terbesar pendapatan bank. Sebanyak 80 persen total pendapatan berasal dari bunga, yakni tercatat naik dari Rp 20,08 triliun pada triwulan pertama tahun lalu menjadi Rp 21,84 triliun atau tumbuh 0,09 persen. Sumber pendapatan non bunga sebesar Rp 3,91 triliun atau tumbuh 29,55 persen.
Sepanjang kuartal pertama 2016, kredit yang tersalurkan mencapai Rp 561,11 triliun atau tumbuh 18,65 persen. Simpanan juga tumbuh 7,5 persen atau naik Rp 44 triliun. Market share BRI masih terbesar dengan menguasai 30,51 simpanan dana pihak ketiga.
Untuk aset, total aset BRI tumbuh 5,2 persen menjadi Rp 832 triliun. “Posisi BRI masih sebagai bank dengan aset terbesar dan penyalur kredit terbesar,” kata Asmawi.
Menurut Asmawi, aset BRI tumbuh diikuti pertumbuhan komposisi kredit terhadap aset. Pertumbuhan kredit 18,6 persen dan pertumbuhan aset 6,52. Artinya, kata dia, aset produktif BRI meningkat lebih tinggi drpada nonproduktif. Komposisi aset produktif lebih tinggi dibandingkan tahun lalu. “Bank BRI optimis menatap 2016,” kata dia.
Direktur Keuangan BRI Direktur Haru Koesmahargyo menambahkan meskipun laba tumbuh melandai toh laba tetap tumbuh. BRI terus memperluas jangkauan kredit. Pertumbuhan terbesar di sektor mikro terutama kredit usaha rakyat (KUR) yang tumbuh Rp 20 triliun lebih.
AGUS SUPRIYANTO