TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani dijadwalkan melakukan kunjungan kerja ke Dongguan, Guangdong, Cina, untuk berbicara di hadapan 200 investor furnitur Negeri Tirai Bambu, Selasa, 26 April 2016.
Forum bisnis yang menghadirkan Konsul Jenderal RI di Guangzhou, Ratu Silvi Gayatri; Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian; Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (AMKRI); Asosiasi Konsultan dan Pengembang Investasi Indonesia (Askopin), serta President of Dongguan Furniture Association Chen Zhongqiou itu dilakukan guna menjemput minat investor Cina melakukan relokasi ke Indonesia.
Dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa, 26 April 2016, Franky mengatakan, sejak 2010, realisasi investasi industri furnitur dari Cina mencapai 5,3 juta dolar Amerika Serikat.
Cina merupakan sumber investasi asing kelima terbesar di sektor ini setelah Taiwan, Jepang, Korea Selatan, dan Singapura.
"Nilai investasi dari Cina tersebut masih jauh lebih kecil dari potensi yang ada di Indonesia. Kita ketahui bersama, Cina berpengalaman panjang mengembangkan keterampilan dan teknologi hingga industri furniturnya berhasil meraih lebih dari setengah pasar global," ujarnya.
Franky juga menyampaikan, potensi investasi di sektor furnitur patut dikembangkan.
BKPM mencatat, antara 2010 dan 2015, investasi di industri kayu hulu mencapai US$ 466 juta dan tumbuh 50 persen dalam 5 tahun.
"Realisasi investasi di industri furnitur bernilai US$ 190 juta dan melonjak hampir delapan kali lipat dalam 5 tahun. Industri pengolahan kayu, bambu, dan rotan, selain furnitur, mencatat realisasi investasi senilai US$ 123 juta dan tumbuh 160 persen antara 2010 dan 2015," ucapnya.
Di lain sisi, Indonesia kaya dengan kayu dan rotan. Bahkan 85 persen bahan baku rotan dunia berasal dari Indonesia.
Selain itu, Indonesia memiliki banyak tenaga kerja terampil dan muda dengan upah yang kompetitif.
"Indonesia merupakan pasar yang sangat besar dengan 255 juta penduduk dan 64 juta di antaranya merupakan masyarakat kelas menengah. Indonesia juga merupakan gerbang meraih pasar di Asia Tenggara. Asia Tenggara merupakan pasar ketiga terbesar di dunia dengan 618 juta penduduk dan 190 juta di antaranya kelas menengah," ucapnya.
Franky menjelaskan, secara umum, industri furnitur di Indonesia terbagi atas dua kluster.
Pertama, industri furnitur berbasis kayu yang terpusat di Pulau Jawa, termasuk Jepara dan Sukabumi, serta di Pulau Bali.
Kedua, industri furnitur berbasis rotan, yang utamanya berkembang di Cirebon. Adapun bahan baku rotan banyak dihasilkan di Pulau Kalimantan dan Sumatera.
"Di samping industri furnitur, kami juga mendorong investasi di berbagai industri pendukungnya. Selama ini, produk industri pendukung banyak diimpor Indonesia. Antara lain industri bahan perekat khusus untuk furnitur, industri kimia, industri komponen, dan industri plastik," ujarnya.
Franky menambahkan, pihaknya mengundang investasi di industri mesin berteknologi tinggi pembuat furnitur untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi.
Berdasarkan data BKPM, investasi dari Cina, yang pada kuartal pertama 2016 (tidak termasuk sektor hulu migas dan keuangan) mencapai US$ 464,6 juta, menempatkan Negara Panda itu sebagai investor terbesar keempat di Indonesia.
Cina merupakan salah satu sumber investasi asing terbesar di Indonesia yang meningkat pesat dalam 2 tahun terakhir. Tercatat US$ 2,1 miliar investasi terealisasi sejak 2010, tumbuh rata-rata 61 persen per tahun.
ANTARA