TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) menganggap ritel modern masih belum adil dalam memperlakukan produk UMKM yang dijual di toko ritel tersebut. Pasalnya, masih ditemukan praktik-praktik yang dianggap merugikan para pelaku UMKM.
Ketua KPPU Sulawesi Selatan Ramli Simanjuntak memaparkan satu dari temuannya adalah proses pembayaran produk yang dilakukan dalam jangka waktu tiga bulan sekali. Padahal ia menganggap pembayaran per bulan akan membuat pelaku UMKM bisa melanjutkan proses produksi.
"Selain itu, masih ditemukan produk-produk UMKM yang dipajang di tempat yang kurang strategis. Meskipun ada perjanjian bahwa UMKM bebas biaya dalam memajang produknya, tetapi bukan berarti menurunkan daya saing mereka," katanya di Makassar, Senin, 25 April 2016.
Di sisi lain, jumlah ritel modern yang semakin menjamur di Sulawesi Selatan mengancam keberadaan ritel tradisional dan toko kelontong. Untuk itu, KPPU menganggap perlu peraturan daerah yang mengatur jarak lokasi toko ritel hingga jam operasionalnya.
"Misalnya, dalam satu kecamatan hanya ada dua toko ritel modern, supaya memberikan ruang kepada warung-warung tradisional yang juga beroperasi di sana," dia menjelaskan. Pengawasan pelaksanaan kemitraan dan ritel ini didasari peraturan komisi (KPPU) No.1/2015 yang dimaksudkan mencegah perilaku eksploitasi atau penyalahgunaan posisi tawar UMKM.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sulawesi Selatan Hadi Basalamah mengaku terus mendorong perkembangan UMKM, melalui perjanjian bersama beberapa ritel modern untuk menyediakan lokasi khusus untuk memasarkan produk unggulan UMKM Sulawesi Selatan.
"Perjanjian ini sudah dilakukan sejak tahun lalu, dan sudah ada beberapa UMKM yang rutin memasok produknya tanpa dikenai biaya," katanya.
Hadi menganggap cara tersebut bisa membantu UMKM untuk memperluas daya jangkau pemasarannya, serta meningkatkan daya saing. Alasannya, produk-produk unggulan yang berkualitas yang bisa lolos dan diterima di jaringan ritel modern.