TEMPO.CO, Jakarta - Kamar Dagang dan Industri menilai rencana Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang akan fokus membangun infrastruktur di perbatasan Kalimantan Barat langsung dengan Kota Sarawak, Malaysia, sebagai langkah yang baik asalkan didukung dengan terminal barang perbatasan.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Logistik dan Rantai Pasokan, Rico Rustombi menilai rencana Kementerian PUPR patut didukung oleh stakeholder termasuk Kadin, selama hal itu tidak bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku saat ini.
“Kawasan perbatasan sangat diperlukan sebagai tempat titik aktivitas ekonomi dan juga keluar masuk barang sebagai konsekuensi meningkatnya kebutuhan masyarakat,” ujar Rico kepada Bisnis, Selasa (19 April 2016).
Menurut Rico, Kadin menilai kawasan perbatasan sebagai tempat atau terminal barang dari dan kelaur Indonesia yang harus diupayakan ketersediaan aksesnya. Hal ini mengingat kawasan tersebut membuat pemerintah mudah melakukan monitoring dan pendataan tentang jenis dan jumlah barang yang dibutuhkan masyarakat.
“Selain itu, di kawasan perbatasan diharapkan tidak terjadi lagi transaksi barang menggunakan mata uang asing, seperti halnya pernah terjadi di daerah Entikong, Nunukan, dan lainnya,” tambahnya.
Penggunaan mata uang tersebut, kata Rico, mungkin saja karena tidak ada terminal barang di daerah perbatasan dan membuat para pedagang mengambil jalan pintas. Ketidakberadaan terminal barang perbatasan ini juga yang memungkinkan terjadinya penyelundupan barang illegal.
“Kebetulan barang-barang yang masuk banyak dari Malaysia , maka transaksi pun memakai ringgit bukan rupiah yang mana secara peraturan ini kurang tepat,” tuturnya.
Rico berharap wacana pembangunan infrastruktur di kawasan perbatasan mampu mengatasi problem arus barang di perbatasan, sehingga masyarakat juga terpenuhi kebutuhan hidupnya.