TEMPO.CO, Yogyakarta - Real Estate Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta mencatat penjualan rumah pada triwulan pertama 2016 turun 20 persen karena kondisi ekonomi belum sepenuhnya membaik.
Wakil Ketua Real Estate Indonesia DIY Ilham Muhammad Nur mengatakan penjualan rumah tipe menengah turun. Satu tenaga pemasaran sekarang hanya mampu menjual satu unit rumah per bulan. Penurunan terjadi di Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Bantul.
Rumah kelas menengah rata-rata dibanderol Rp 500 juta ke atas. Orang membeli rumah tipe ini untuk kebutuhan investasi. “Mereka masih wait and see dengan kondisi ekonomi saat ini,” ucap Ilham, Senin, 18 April 2016.
Menurut dia, suku bunga kredit kepemilikan rumah (KPR) perbankan belum kunjung turun. Bunga KPR sampai triwulan pertama antara 13,5 dan 14,5 persen. Padahal penurunan suku bunga penting untuk menambah pasar KPR.
Dia berharap perbankan menekan beban bunga KPR yang masih tinggi. Penyebabnya, calon pembeli rumah sangat berhitung dengan selisih angsuran. "Selisih angsuran Rp 100-500 ribu per bulan cukup membuat calon pembeli berpikir ulang," ujarnya.
Meski pasar properti turun, REI optimistis pada pertengahan tahun ini akan membaik. Sinyal itu terlihat dari antusiasme masyarakat ketika bertanya ihwal lokasi rumah dalam setiap pameran properti.
Untuk menggairahkan bisnis properti, REI berharap pemerintah memperpendek rantai perizinan bisnis properti dan melakukan penataan ruang. Waktu yang dibutuhkan untuk mengurus izin properti sekarang paling tidak 18 bulan.
SHINTA MAHARANI