TEMPO.CO, Jakarta - PT Adaro Energy Tbk optimistis di tengah tertekannya harga komoditas. Presiden Direktur Adaro Energy Garibaldi Thohir mengatakan, kendati dalam empat tahun terakhir industri tambang sedang tertekan, nantinya kondisi berpeluang membaik. "Kami yakin perseroan on the right track," ucapnya setelah menggelar rapat umum pemegang saham di Adaro Institute, Jakarta, Senin, 18 April 2016.
Menurut dia, Adaro sedang mengubah model bisnisnya untuk menghadapi tantangan melemahnya harga batu bara. Nantinya, Adaro tak hanya mengandalkan sektor batu bara, tapi juga logistik dan pembangkit listrik (power plant).
Apalagi pemerintah tengah mengejar target pengadaan listrik sebesar 35 ribu megawatt. "Melihat pengalaman yang ada, kami ingin jadi pemain utama," kata Garibaldi. Tak muluk-muluk, ia mengincar setidaknya Adaro bisa memenuhi pasokan listrik dan kebutuhan batu bara untuk pengadaan listrik 5.000 megawatt.
Pembangkit Listrik Tenaga Uap Batang, Jawa Tengah, merupakan salah satu proyek listrik 35 ribu MW. PLTU berkapasitas 2 x 1.000 MW itu melibatkan swasta dalam pembangunannya. Adaro Energy merupakan perusahaan nasional yang ikut ambil bagian. Menurut Garibaldi, persoalan lahan yang membuat pengerjaan proyek sempat tertunda sudah terselesaikan.
Direktur Keuangan Adaro David Tendian menyatakan saat ini kontribusi non-mining sudah mencapai 40 persen. Angka itu meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya yang sebesar 19 persen. Sedangkan kontribusi pembangkit listrik belum terlalu besar. "Baru sekitar 5 persen," ucapnya.
Nantinya, agar kinerja perusahaan berjalan stabil, kontribusi dari tiga sektor, yaitu batu bara (mining), logistik, dan pembangkit listrik, akan dibagi rata, masing-masing sepertiga. Adaro enggan bergantung pada harga batu bara yang cenderung bergerak tidak stabil.
David mengatakan tahun ini perusahaan menyiapkan belanja modal sebesar US$ 75-100 juta. Ia tak menyebutkan secara detail akan dialokasikan ke mana saja belanja modal tersebut. "Fokus ke prioritas yang tinggi," tuturnya.
ADITYA BUDIMAN