TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ketimpangan masyarakat kaya dan miskin semakin membaik dengan turunnya Gini ratio pada September 2015 mencapai 0,40 persen. Angka Gini ratio menurun 0,01 persen dibandingkan Gini ratio Maret 2015 sebesar 0,41 persen.
Kepala BPS Suryamin menuturkan, penyebab turunnya Gini ratio adalah kenaikan upah masyarakat ekonomi bawah, seperti upah buruh pertanian, yang naik 1,21 persen dari Rp 46.180 per hari pada Maret 2015 menjadi Rp 46.739 per September 2015. Buruh bangunan pun upahnya naik 1,05 persen dari Rp 79.657 menjadi Rp 80.949.
Jumlah pekerja bebas baik di sektor pertanian dan nonpertanian juga naik menjadi 12,5 juta pada Agustus 2015 dari 11,9 juta pada Februari 2015. Tak hanya itu, migrasi warga desa ke kota, yang meningkatkan penduduk perkotaan naik 52,5 persen pada Maret 2015 menjadi 53,19 persen pada September 2015, mengindikasikan semakin tinggi upah yang diterima buruh kasar.
"Kenaikan pengeluaran yang merefleksikan peningkatan pendapatan kelompok penduduk bawah tidak lepas dari upaya pembangunan infrastruktur padat karya, bantuan sosial, dan perbaikan pendapatan pegawai negeri sipil," kata Suryamin di kantornya, Senin, 18 April 2016. Selain itu, pertumbuhan ekonomi naik dari pada kuartal ketiga 2015 4,73 persen year on year.
Gini ratio di perkotaan pada September 2015 sebesar 0,42, turun 0,01 poin dibanding Maret 2015, 0,43. Sedangkan di daerah pedesaan, Gini ratio relatif tidak berubah di posisi 0,33 dibanding Maret 2015. Selain Gini, ukuran ketimpangan lain adalah persentase pengeluaran pada kelompok 40 persen terbawah atau yang dikenal dengan ukuran Bank Dunia.
Berdasarkan ukuran ini, tingkat ketimpangan terbagi menjadi tiga kategori. Kategori pertama, jika persentase pengeluaran kelompok penduduk 40 persen terbawah angkanya di bawah 12 persen, ketimpangan tinggi. Kedua, ketimpangan sedang jika angka berkisar 12 hingga 17 persen. Terakhir, ketimpangan rendah jika angka berada di atas 17 persen.
ALI HIDAYAT