TEMPO.CO, Jakarta - Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) akan mengundang perusahaan farmasi Jerman untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Langkah aktif tersebut dilakukan guna memanfaatkan rangkaian kunjungan Presiden Joko Widodo ke Eropa, yakni Jerman, Inggris, Belanda, dan Belgia.
"Kami akan mengundang produsen farmasi Jerman untuk memperluas investasi yang sudah ada dan melakukan investasi baru di Indonesia mengingat Jerman merupakan sumber investasi sektor farmasi keempat terbesar di dunia, sebesar US$ 4,33 miliar," kata Kepala BKPM Franky Sibarani dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Minggu, 17 April 2016.
Franky menambahkan, beberapa perusahaan farmasi dari Jerman sudah berinvestasi di Indonesia, dan saat ini sedang dalam tahap konstruksi. Dia juga meyakini potensi pasar farmasi Indonesia sangat besar.
"Pasar farmasi Indonesia berpotensi untuk tumbuh dua kali lipat pada 2018 dibandingkan 2013, dan diperkirakan berada di peringkat 20 besar dunia yang didorong oleh tumbuhnya masyarakat kelas menengah," katanya.
Adapun dana yang dihabiskan untuk kesehatan per kapita di Indonesia naik dari US$ 61 pada tahun 2008 menjadi US$ 108 pada 2012. Namun ini masih lebih rendah dibandingkan Filipina US$ 119, Thailand US$ 215, dan Malaysia US$ 410.
Lebih lanjut, Franky menjelaskan, kebijakan pemerintah membuka investasi terutama di bidang industri bahan baku obat dengan membuka kepemilikan asing hingga 100 persen dari posisi sebelumnya hanya 85 persen. Kebijakan itu diharapkan dapat meningkatkan daya saing investasi di sektor farmasi.
Selain itu, kebijakan pemerintah diharapkan dapat mendorong investasi di bidang farmasi lainnya, seperti industri farmasi obat jadi. Pasalnya, pelaku industri obat jadi memiliki pilihan bahan baku dengan harga yang lebih rendah dan mengurangi impor bahan baku untuk industri obat jadi.
Berdasarkan data BKPM, komitmen investasi dalam negeri di sektor farmasi pada 2015 mencapai Rp 5,14 triliun, naik dibandingkan tahun 2014 sebesar Rp 2,47 triliun. Sedangkan komitmen investasi asing pada 2015 mencapai US$ 106 juta, naik dibandingkan tahun 2014 sebesar US$ 46 juta.
ANTARA