TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda mengatakan turunnya nilai penjualan properti sebesar 23,1 persen pada triwulan I ini menggambarkan bahwa pasar perumahan masih belum stabil. Suku bunga acuan Bank Indonesia atau BI Rate yang berada di level 6,75 persen belum dapat mengangkat daya beli masyarakat.
Menurut Ali, suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR) perbankan juga belum kunjung turun. "Suku bunga dasar kredit (SBDK) masih belum juga menunjukkan penurunan yang berarti dan bunga KPR sampai triwulan I ini masih berkisar antara 9,5-10,5 persen," kata Ali dalam keterangan tertulisnya, Ahad, 17 April 2016.
Berdasarkan analisis yang dilakukan IPW, setiap suku bunga turun sebesar 1 persen, potensi penambahan pangsa pasar KPR akan meningkat sebesar 4-5 persen. "Dengan belum turunnya suku bunga KPR, dipastikan pasar akan bergerak stagnan dan cenderung menurun," ujar Ali.
Baca Juga: Menteri Susi: Jangan Sampai Reklamasi untuk Pengusaha Properti
Menurunnya penjualan properti, menurut Ali, juga disebabkan oleh aturan loan to value (LTV) dan KPR Inden yang hingga kini tidak diperlonggar. Kebijakan LTV, masih menyisakan permasalahan. "Khususnya masalah biaya penilaian dan jaminan tambahan."
Pelonggaran KPR Inden untuk rumah kedua, Ali menilai, perlu untuk dipertimbangkan pemerintah. Dia pun menyarankan agar pelonggaran dilakukan untuk periode waktu yang pendek. "Untuk memberikan stimulus pasar perumahan," ujarnya.
Berdasarkan riset IPW yang dilakukan di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi, dan Banten, nilai penjualan properti di triwulan I ini mengalami penurunan 23,1 persen dibandingkan triwulan sebelumnya, yakni 55,75 persen. "Menjadi sebesar Rp 1,24 triliun," kata Ali.
Ali menilai, penurunan tersebut sesuai dengan prediksi IPW, di mana kenaikan penjualan yang terjadi pada triwulan IV 2015 belum dapat dijadikan pola tren kenaikan pasar perumahan di triwulan berikutnya. "Hampir semua wilayah mengalami penurunan nilai penjualan."
ANGELINA ANJAR SAWITRI