TEMPO.CO, Jakarta - Analis properti Daewoo Securities Indonesia Research, Franky Rivan, mengatakan daya beli masyarakat untuk properti tertekan. Sebab, harga properti, terutama di Jakarta, semakin mahal.
"Salah satu masalah dalam sektor properti di Indonesia, terutama di Jakarta, adalah meningkatnya harga jual," kata Franky di Batik Kuring, Sudirman, Kamis, 14 April 2016.
Franky mengatakan rasio harga dengan pendapatan di Jakarta meningkat 19,8 kali pada Maret 2016. Rasio tersebut hampir dua kali lipat dibanding periode yang sama pada 2009.
Porsi mortgage loan dibanding consumption loan juga meningkat. Kenaikan tersebut menjadi salah satu alasan kenaikan harga properti.
Meski daya beli rendah, risiko investasi di sektor properti saat ini seimbang dengan keuntungannya. "Faktor yang mendukung adalah regulasi dan dukungan kebijakan," tuturnya.
Franky menambahkan, regulasi di sektor properti memiliki pengaruh yang signifikan. Dua rencana pemerintah yang disorot adalah peningkatan pajak pendapatan dan pengesahan Undang-Undang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty).
Selain regulasi pemerintah, pengaruh bank sentral sangat signifikan terhadap perkembangan properti. Dua bank sentral dunia, yaitu Federal Reserve dan European Central Bank, memilih aksi dovish berkaitan dengan interest rate.
Franky berharap potongan BI Rate mencapai 100 bps dalam semester pertama 2016, setelah dalam tiga bulan terakhir mencapai angka 75 bps.
VINDRY FLORENTIN