TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Keuangan dan Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Maruarar Sirait, mengatakan pemberian pengampunan pajak (tax amnesty) ini sebaiknya hanya dilakukan sekali, bukan berulang kali. "Kalau negara lain melakukannya, silakan, kita enggak bisa lakukan pengampunan berkali-kali," katanya saat ditemui di Hotel Bidakara, Rabu, 13 April 2016.
Maruarar melanjutkan, jika tax amnesty dilakukan cukup sering dalam jangka waktu yang dekat, ia memandang hal itu hanya menunjukkan negara ini tak siap dalam mengatur urusan pajak. "Ini sangat penting, tapi jangan berlaku berlanjut," ujarnya.
Setelah adanya tax amnesty, seharusnya hal mengenai pajak sudah benar dan baik. Namun dia beranggapan, jika masih ada yang masih menyembunyikan hartanya di luar negeri, pelaku harus dihukum seberat-beratnya. "Nanti kami atur, bisa dengan denda yang sangat besar."
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar, Misbakhun, mengatakan tak setuju dengan argumentasi Maruarar. Saat ditemui di tempat yang sama, Misbakhun mengatakan ada beberapa negara di dunia yang membuat kebijakan tax amnesty berulang kali.
"Tax amnesty enggak haram. Kalau cukup sekali, saya tak setuju. Italia itu 10 tahun sekali kok," ucap Misbakhun. Menurut dia, siapa pun Presiden Indonesia pasti akan melakukan tax amnesty karena memang sangat dibutuhkan Indonesia saat ini.
Misbakhun menambahkan, jika tarif pajak tinggi, yang terjadi adalah orang akan berspekulasi untuk menghindari pajak, yang nantinya malah akan terjadi apa yang ia sebut sebagai offshore transaction. "Itu konsekuensi, upaya orang cari kelonggaran," ucapnya.
Misbakhun mengatakan tak ada pengusaha yang 100 persen membayar pajak. Pengusaha yang tak membayar pajak 100 persen ini ia analogikan seperti seorang suami yang tak mungkin akan jujur 100 persen kepada istrinya.
DIKO OKTARA