TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merampungkan pemeriksaan perhitungan bagi hasil migas di tujuh wilayah kerja yang dikelola kontraktor kontrak kerja sama (KKKS). Hasilnya, penerimaan negara pada bagi hasil migas tahun 2014 berkurang sekitar Rp 4 triliun.
"Biaya ini tidak semestinya dibebankan dalam cost recovery," demikian tertulis dalam laporan BPK ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Selasa 12 April 2016.
Tujuh wilayah kerja tersebut adalah ConocoPhillips Indonesia Inc. Ltd di blok South Natuna Sea B, ConocoPhillips (Grissik) Ltd di Blok Corridor, PT Chevron Pacific Indonesia di Blok Rokan, PT Pertamina EP di Eks Pertamina Block, CNOOC SES Ltd di Blok SouthEast Sumatera, Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation di Blok Mahakam, dan Premier Oil Natuna Sea BV di Blok Natuna Sea A.
Dari sekian kontraktor, Total dan Inpex tercatat sebagai yang terbanyak mengklaim cost recovery yang tidak semestinya, yakni sebesar Rp 936 miliar. Biaya yang diklaim total seperti biaya development drilling tanpa dasar pembebanan, klaim investment credit yang tidak tercatat di rencana kerja, pajak atas diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, dan biaya penanganan insiden semburan gas dangkal.
BPK mengidentifikasi ada 54 permasalahan utama yang membuat pembagian hasil mihas menjadi tidak semestinya. Sebab utama, berdasarkan laporan tersebut adalah karena koreksi atas perhitungan bagi hasil pemerintah-KKKS, bukti pertanggungjawaban tidak lengkap/tidak valid, dan adanya penyimpangan peraturan.
Masalah terjadi, menurut BPK, karena kontraktor tidak mematuhi aturan, adanya perbedaan persepsi terkait klaim investment credit lapangan migas antara Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan kontraktor. Sebab lainnya terjadi karena kelalaian pejabat dalam verifikasi data dan pengawasan personel di bawahnya.
BPK sudah merekomendasikan SKK Migas meminta kontraktor melakukan koreksi klaim investment credit laporan keuangan triwulanan (financial quarterly report/FQR) tahun 2015. Auditor negara ini juga sudah meminta SKK Migas mengkoreksi cost recovery FQR.
Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi mengaku belum menerima hasil laporan ini. Dia berjanji bakal menjelaskan ke publik jika laporan sudah di tangan. "Saya belum tahu itu," kata Amien.
ROBBY IRFANY | ANGELINA ANJAR