TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perhubungan Ignasius Jonan mengatakan pemerintah memberi waktu dua bulan bagi perusahaan aplikasi transportasi Uber dan Grab untuk mengurus izin operasional. Kesepakatan ini diambil dalam rapat tertutup bersama Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan; Menteri Komunikasi dan Informatika; serta perwakilan perusahaan aplikasi transportasi.
"Kesepakatan terakhir, mereka diberi waktu hingga 31 Mei 2016. Kurang-lebih dua bulan. Pada 31 Mei, baik Uber maupun Grab harus kerja sama dengan transportasi umum yang sah atau mendirikan badan hukum sendiri," kata Jonan di Kementerian Politik, Kamis, 24 Maret 2016.
Selama waktu itu, Uber dan Grab dipersilakan mengurus perizinan ke Dinas Perhubungan. Hal ini ditujukan untuk mendorong adanya tata cara pelayanan transportasi umum berbasis online agar mampu mengikuti perkembangan zaman. Namun mereka tetap harus mengikuti ketentuan Undang-Undang Lalu Lintas Angkutan Jalan.
Selama dua bulan itu, Grab dan Uber dipersilakan beroperasi seperti biasa. Namun, jika hingga dua bulan masalah perizinan belum selesai, operasi Uber dan Grab akan dihentikan.
"Karena targetnya dua bulan nanti kalau misalnya tidak memenuhi persyaratan, bendera dikibarkan wasit untuk tutup gerbang," kata Menteri Komunikasi Rudiantara. Wasit yang dimaksudkan Rudiantara adalah Menteri Koordinator Politik, Luhut Binsar Pandjaitan.
Kisruh perizinan Uber dan Grab mencuat setelah ribuan sopir taksi konvensional berunjuk rasa menolak Grab dan Uber. Mereka menuduh keberadaan Uber dan Grab mengurangi penghasilan mereka. Pasalnya, tarif yang ditetapkan jauh lebih murah dibanding taksi konvensional.
Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta meminta perusahaan baru seperti Grab dan Uber menggunakan aturan yang sama dengan taksi konvensional. Salah satu aturan yang diminta dipenuhi adalah kir dan pembayaran pajak.
EGI ADYATAMA