TEMPO.CO, Jakarta - Analis BNI Securities, Thennesia Debora, menilai perusahaan taksi konvensional mesti berbenah agar bisa bersaing dengan Uber dan Grab Car.
Ia mengatakan kehadiran taksi berbasis aplikasi online menjadi salah satu faktor terganggunya kinerja emiten PT Express Transindo Utama Tbk. Dari pengamatan dia, kinerja saham emiten berkode TAXI itu tertekan dengan adanya Uber dan Grab Car. "Kalau BIRD (Blue Bird) sahamnya cenderung stabil," kata Thennesia saat dihubungi, Selasa, 22 Maret 2016.
Ihwal pergerakan kedua emiten, Express dan Blue Bird, pada awal perdagangan pagi ini, ia menyebutkan penguatan terjadi karena adanya sentimen larangan terhadap taksi online. Wacana dari Kementerian Perhubungan yang disebut-sebut melarang transportasi online mendorong penguatan saham keduanya.
Pada sesi perdagangan pertama, pergerakan saham PT Blue Bird Tbk sempat menyentuh level 6.450 poin dibanding posisi awal, yaitu 6.400. Namun, memasuki siang hari, terjadi pelemahan dan bergerak pada kisaran 6.275-6.450. Sedangkan saham Express sempat melesat ke 245 poin dari level awal 232. Sepanjang perdagangan, pergerakan saham Express ada pada posisi 235-248.
Bila ke depan pemerintah membuka kesempatan yang sama terhadap taksi online, Thennesia melanjutkan, bisa menjadi faktor pemberat bagi kedua emiten. Menurut dia, pangsa pasar BIRD dan TAXI bisa tergerus.
Meski demikian, Thennesia ragu bila taksi berbasis online bisa bertahan lama dalam bersaing. Pasalnya, dari sisi armada, Uber dan Grab Car masih kalah dibandingkan dengan taksi konvensional. Sedangkan dalam hal tarif, baik BIRD maupun TAXI akan berhati-hati melakukan penyesuaian. "Masalah tarif bergantung pada kebijakan dari manajemen," ucapnya. Di sisi lain, perang tarif yang dilakukan taksi online dinilai tidak akan bertahan lama.
Lebih lanjut, salah satu cara agar perusahaan taksi bisa bersaing ialah memberikan promo bagi pelanggan. Tawaran diskon bagi konsumen bisa menjadi strategi perusahaan untuk menjaga konsumen. Menurut Thennesia, tawaran diskon sudah dilakukan salah satu operator taksi konvensional. "Inovasi harus jalan terus biar tidak kalah bersaing," ujarnya.
Menteri Perhubungan Ignasius Jonan menuturkan tidak ada persoalan dalam penggunaan aplikasi online pada moda transportasi. Pasalnya, taksi konvensional pun bisa menggunakannya. Namun, jika kendaraan roda empat ingin beroperasi menjadi moda transportasi umum, mesti mendaftarkannya.
Sejumlah aturan pun harus diikuti demi keselamatan penumpang. Beberapa di antaranya ialah uji kelayakan kendaraan, membentuk badan hukum, dan membayar pajak. "Saya juga mengimbau kepada Organisasi Angkatan Darat (Organda) untuk mewadahi semua sopir taksi dan membuat konsensus dengan taksi online," tutur Jonan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menilai yang terpenting saat ini ialah pengajuan koperasi atau badan hukum moda transportasi online bisa segera disahkan. Ia berharap, dengan adanya badan hukum, keberadaannya bisa satu koridor dengan taksi konvensional. "Mereka (pengembang aplikasi) yang akan bekerja sama dengan penyelenggara transportasi dalam konteks car rental," ucapnya.
ADITYA BUDIMAN