TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat e-commerce dari ITB, Kun Arief Cahyantoro, memperkirakan bisnis transportasi umum berbasis aplikasi online, termasuk di dalamnya Grabcar dan Uber, bakal tersandung masalah baru terkait dengan regulasi dan perizinan.
Kun Arief Cahyantoro mengatakan, meskipun masa depan bisnis transportasi umum berbasis aplikasi online prospektif, banyak kendala menghadang terutama di Indonesia. "Setelah terkena masalah terkait dengan aturan transportasi umum, berikutnya bisa saja kena masalah terkait dengan aturan telekomunikasi perusahaan penyedia konten di Internet atau over the top (OTT)," katanya di Jakarta, Rabu, 16 Maret 2016.
Belum lagi, ia menambahkan, sedang dibahasnya RUU Kerahasiaan Pribadi yang telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) juga akan menjadi kendala baru. "Kalau itu diundangkan, semua aplikasi online dengan registrasi user bisa terkena dampak," ujarnya.
Efek bagi penyedia layanan aplikasi transportasi umum online adalah mereka dituntut mampu membuat batasan dari sisi aplikasi sehingga sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam regulasi yang ditetapkan.
Kun berpendapat, batasan tersebut bukan sekadar dari sisi bisnis transportasi, melainkan juga dari sisi bisnis yang "secara sadar atau tidak sadar" telah dilewati. "Misal, aplikasi transportasi umum online tersebut memiliki kemampuan untuk menggunakan teknologi OTT pada fitur komunikasinya, baik telepon maupun SMS," tuturnya.
Padahal operator telekomunikasi dan pemerintah saat ini sedang menyiapkan regulasi terkait dengan bisnis OTT tersebut. Sebab, dari sisi operator telekomunikasi, selama ini merasa tidak mendapatkan keuntungan apa pun, sementara pemerintah juga memandang ada potensi pemasukan negara dari pajak transaksi.
"Efeknya, perusahaan transportasi umum online bukan hanya berkonsentrasi pada aturan-aturan yang terkait dengan transportasi umum. Namun juga berkonsentrasi pada aturan-aturan yang terkait dengan telekomunikasi," ucapnya.
ANTARA