TEMPO.CO, Jakarta - Antrean panjang kendaraan bermotor di pelabuhan penyeberangan Ketapang, Kabupaten Banyuwangi, mulai berdampak pada perekonomian daerah.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengeluhkan beberapa tamunya terpaksa tak jadi berkunjung gara-gara kemacetan di pelabuhan penyeberangan asal. “Sebagian tamu saya kembali, enggak jadi masuk Banyuwangi karena macet,” kata Anas kepada wartawan di Universitas Airlangga, Surabaya, Rabu, 16 Maret 2016.
Anas mencontohkan, salah satu kawasan wisata yang terdampak ialah Bangsring Underwater di Kecamatan Wongsorejo. Jumlah turis wisata bawah laut yang satu arah dengan Pelabuhan Ketapang itu turun drastis. “Akibat adanya kemacetan ini, wisatawan jadi turun 50 persen. Padahal jaraknya kira-kira 5 kilometer dari penyeberangan,” ujarnya.
Bupati kelahiran Banyuwangi itu berharap Kementerian Perhubungan segera menerjunkan tim teknologi informasi untuk mempercepat proses pencatatan manifes. “Supaya manifesnya enggak manual. Terlalu lama.”
Menurut Anas, penerapan teknologi informasi amat diperlukan saat proses pencatatan manifes. Sistem pencatatan itu diberlakukan lebih ketat sejak kecelakaan kapal motor penumpang Rafelia 2 di Selat Bali, Jawa Timur, Jumat, 4 Maret lalu. Meskipun kebijakan pelarangan pemakaian kapal Landing Craft Tank (LCT) atau kapal barang oleh Kementerian Perhubungan sudah diberlakukan per 1 Januari 2016.
Lashing atau penguatan ikatan muatan kapal menjadi masalah sendiri lantaran membutuhkan waktu sekitar sepuluh menit. Setelah naik kapal, catatan tersebut berpindah lagi ke daftar manifes yang membutuhkan waktu 15 menit. Padahal sebelumnya orang yang akan masuk ke truk tak memerlukan pencatatan manifes.
“Kalau seperti ini diteruskan, kemacetan yang terjadi akan mengganggu ekonomi di daerah. Namun kami memahami zero tolerant safety juga penting,” tuturnya.
Untuk sementara, Anas menyatakan telah menggelar rapat koordinasi agar terjadi percepatan proses. Salah satunya ialah mengumpulkan dua syahbandar Pelabuhan Ketapang dan Gilimanuk. Rapat tersebut menghasilkan kesepakatan penyatuan dokumen manifes agar terbit surat izin berlayar (SIB). “Sudah disepakati, mereka (syahbandar) mau menerima.”
Solusi temporal itu membuahkan hasil. Kemacetan diklaim sudah turun dari 5 kilometer pada Selasa, 15 Maret lalu, menjadi 3 kilometer.
Truk yang selama ini menggunakan LCT untuk menyeberang ke arah Pelabuhan Gilimanuk dilarang mengangkut penumpang. Karena hanya diperbolehkan mengangkut barang dan kendaraan, antrean kendaraan tak terhindarkan. Jumat pekan lalu, kemacetan bahkan mengular hingga sepanjang 12 kilometer.
ARTIKA RACHMI FARMITA