TEMPO.CO, Bangkalan - Wakil Bupati Bangkalan, Jawa Timur, Mondir Rofi'i, mengkritik pembelian lahan seluas 20,5 hektare di Desa Pangpong, Kecamatan Labang, oleh Badan Pengembangan Wilayah Surabaya-Madura.
Di lahan yang pembeliannya menelan anggaran Rp 167,8 miliar itu rencananya akan dibangun rest area Jembatan Suramadu. "Sebanyak 50 persen dari Rp 167 miliar itu hanya dinikmati dua orang dan mereka bukan warga sekitar," katanya, Minggu, 13 Maret 2015.
Baca Juga:
Berdasarkan catatan Tempo, satu dari dua orang yang dimaksud Mondir adalah pemilik lahan bernama Hadiri. Dari pembebasan lahan itu dia mendapat ganti rugi Rp 60,8 miliar. Ada pun warga asli Pangpong hanya mendapat Rp 310 juta.
Melihat fakta itu, Mondir yang juga menjabat Ketua PKB Bangkalan meminta pemerintah pusat melakukan proteksi terhadap tanah-tanah milik warga di kawasan kaki Jembatan Suramadu agar tidak dijual sembarangan kepada orang luar.
Menurut Mondir, pembebasan sebagian lahan untuk rest area itu adalah contoh tidak adanya proteksi, sehingga orang-orang kaya dan para spekulan tanah membeli lahan warga dengan harga murah untuk kemudian dijual dengan harga mahal kepada pemerintah. "Belinya Rp 100 ribu ke warga, oleh spekulan dijual ke pemerintah Rp 1 juta per meter," ujarnya.
Salah satu bentuk proteksi itu, tutur Mondir, adalah menjaga kerahasiaan titik-titik lokasi yang diincar pemerintah untuk pembangunan di kawasan Suramadu. Bila bocor ke publik, lokasi-lokasi itu akan jadi incaran spekulan tanah dan orang-orang berduit dari Surabaya dan Jakarta. "Kok para spekulan bisa tahu di Pangpong akan dibangun rest area, kok bisa bocor," katanya.
Dampak buruk dari banyaknya lahan di Suramadu yang dikuasai orang-orang berduit adalah melambatnya pertumbuhan ekonomi di Bangkalan. "Karena uang miliaran yang mereka dapat dari jual tanah tidak dibelanjakan di Bangkalan, tapi belanjakan ke luar daerah," ucap Mondir.
Kekhawatiran akan sepak terjang para spekulan tanah di Bangkalan ini juga pernah diungkapkan Kepala Badan Lingkungan Hidup Bangkalan Saat As'jari. Dia mewanti-wanti media untuk tidak menulis lokasi yang telah diusulkan ke Gubernur Jawa Timur untuk dibangun tempat pembuangan akhir (TPA) sampah.
Saat khawatir jika rencana lokasi pembangunan TPA itu diketahui spekulan tanah, akan menyulitkan pemerintah untuk membebaskan lahan karena mahalnya harga tanah. "Bisa gagal pembangunan TPA, karena anggarannya terbatas," katanya beberapa waktu lalu.
Menurut dia, pembangunan TPA baru mendesak karena satu-satunya TPA di Bangkalan, yaitu di Desa Buluh, Kecamatan Socah, telah overload sejak 2013. "TPA yang baru kami rancang jadi TPA seumur hidup dan dilengkapi berbagai teknologi pengolahan limbah," katanya.
MUSTHOFA BISRI