TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo mengatakan penguatan nilai rupiah yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan oleh adanya paket kebijakan ekonomi yang berkaitan dengan deregulasi. Menurut Presiden, penguatan rupiah berarti paket kebijakan direspons positif oleh pasar.
"Kalau bicara mengenai rupiah yang semakin menguat, semakin baik. Artinya, kebijakan-kebijakan paket deregulasi yang diberikan, yang ada di BI dan OJK, direspons positif oleh dunia usaha dan investasi," kata Jokowi seusai meresmikan Pusat Logistik Berikat di Cilincing, Kamis, 10 Maret 2016.
Jokowi menjelaskan, paket kebijakan ekonomi deregulasi yang direspons positif oleh pasar memicu masuknya arus modal dan berujung pada capital inflow. "Kalau ada arus uang masuk, ada arus investasi masuk, ya, otomatis," katanya.
Lebih lanjut, Jokowi mengatakan penguatan rupiah disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Jika tidak ada paket kebijakan deregulasi, faktor eksternal tidak akan memberi pengaruh.
Laju rupiah awal pekan lalu di pasar spot antarvalas kembali mengalami kenaikan terbatas terhadap dolar Amerika Serikat (USD) di saat mata uang lainnya, seperti euro (EUR), pound Inggris (GBP), yuan Cina (CNY), franck Swiss (CHF), dolar Kana (CAD), dan rubel Rusia (RUB), melemah terhadap USD.
Laju rupiah sepanjang pekan kemarin masih menguat. Laju rupiah juga kembali melampaui target area resistan Rp 13.500, Rp 13.495-13.200 (kurs tengah BI). Awal pekan ini atau memasuki pekan kedua Maret, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika semakin menguat.
Banyak analisis memperkirakan penguatan rupiah akan terus terjadi dalam beberapa waktu ke depan. Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Kamis pagi, bergerak menguat sebesar 9 poin menjadi Rp 13.148 dibandingkan sebelumnya Rp 13.157 per dolar Amerika.
"Mayoritas kurs di kawasan Asia yang bergerak menguat terhadap dolar Amerika menjadi salah satu sentimen positif bagi mata uang rupiah," kata ekonom Samuel Sekuritas, Rangga Cipta, di Jakarta, Kamis, 10 Maret 2016.
Rangga menambahkan, kenaikan cadangan devisa periode Februari 2016 juga menjadi salah satu sentimen yang meningkatkan kepercayaan investor pasar uang di dalam negeri. Berdasarkan data Bank Indonesia, posisi cadangan devisa Indonesia akhir Februari 2016 tercatat sebesar US$ 104,5 miliar lebih tinggi dibandingkan dengan posisi akhir Januari 2016 sebesar 102,1 miliar dolar Amerika.
Posisi cadangan devisa per akhir Februari 2016 itu dinilai cukup untuk membiayai 7,6 bulan impor atau 7,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.
Dari eksternal, lanjut Rangga Cipta, harapan stimulus oleh bank sentral Eropa (ECB) juga diperkirakan mampu mengangkat optimisme di pasar keuangan kawasan Asia. Sedianya, pertemuan ECB itu akan disimpulkan pada Kamis ini waktu setempat.
ANANDA TERESIA | ANTARA