TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Center for Indonesia Taxation Analysis Yustinus Prastowo memaparkan beberapa kerugian yang akan dialami pemerintah apabila regulasi pengampunan pajak atau tax amnesty batal diterapkan. Pemerintah akan kehilangan momentum bila tax amnesty batal.
"Pada 2018, kita masuk rezim Automatic Exchange of Information. Hal itu bisa dijadikan insentif untuk mendorong tax amnesty dalam membangun basis data perpajakan," kata Yustinus saat dihubungi Tempo, Rabu, 9 Maret 2016.
Selain itu, kata Yustinus, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara akan terganggu dengan batalnya penerapan tax amnesty. Likuiditas pun, akan tetap seret. "Dan trust publik menurun."
Yustinus menilai, pemerintah mesti menunggu kepastian penerapan tax amnesty terlebih dahulu sebelum melakukan penegakan hukum yang nantinya akan digalakkan untuk menggenjot penerimaan pajak. "Supaya fair terhadap seluruh wajib pajak yang akan berpartisipasi dalam tax amnesty. Ini demi trust ke pemerintah dan otoritas pajak," katanya.
Baca Juga: Menkeu Ingin RUU Tax Amnesty Selesai Pertengahan Tahun Ini
Menurut Yustinus, apabila nantinya tax amnesty diberlakukan, penegakan hukum harus dimoratorium atau ditunda. "Kalau penegakan hukum dimulai sekarang, justru dikhawatirkan akan menimbulkan dugaan 'mencari kesempatan dalam kesempitan'."
Kemarin, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, upaya pemeriksaan terhadap wajib pajak (WP) akan diintensifkan oleh Direktorat Jenderal Pajak apabila pengampunan pajak atau tax amnesty batal diterapkan. Pemeriksaan WP nantinya akan lebih fokus terhadap wajib pajak orang pribadi (WPOP).
Untuk itu, menurut Bambang, Direktorat Jenderal Pajak telah menyiapkan sebanyak 4.551 fungsional pemeriksa dalam mendukung kebijakan tersebut. Dengan mengoptimalkan tugas dari fungsional pemeriksa, penerimaan pajak penghasilan dari WPOP dapat ditingkatkan.
ANGELINA ANJAR SAWITRI