TEMPO.CO, Jakarta - Tiga hari menjelang gerhana matahari total (GMT), wisatawan sudah mulai berdatangan ke Belitung untuk menikmati fenomena alam langka tersebut. Mereka menyerbu kedai-kedai kuliner khas Belitung. Dari sekian banyak makanan khas, yang paling banyak mendapat perhatian adalah bakmi khas Belitung, Mi Atep, di Jalan Sriwijaya, Tanjung Pandan.
Sejak pagi, puluhan mobil dan bus rombongan wisatawan sudah mengantre di depan kedai mi, yang dari luar tampak sederhana.
"Mi Atep paling disukai karena menurut saya pribadi ini minya tidak terlalu lembek dibanding yang lain," kata pemandu wisata dari Dwidayatour, Lili Suryanti (27), di Tanjung Pandan, Senin, 7 Maret 2016.
Penduduk Belitung, yang 40 persen terdiri atas keturunan Tionghoa, disebut-sebut sebagai salah satu penyebab populernya makanan berbahan dasar mi.
"Mi Belitung biasanya dibeli di pasar, bukan bikin sendiri. Kalau yang bikin sendiri biasanya adalah mi yamin buatan orang Hakka (keturunan Tionghoa Hakka)," kata Lili.
Mi Atep, yang sudah buka sejak 1973, terdiri atas mi kuning, bakwan udang, potongan kentang, dan emping yang disiram dengan kuah kaldu udang kental yang gurih. Mi Belitung biasa disajikan dengan minuman jeruk konci yang segar.
"Jeruk konci sama seperti jeruk nipis, cuma lebih kecil bentuknya dan airnya jauh lebih banyak," kata Escape Jolly Barito (48), warga asli Belitung.
Tak ada waktu khusus bagi warga Belitung untuk menikmati sajian mi Belitung. Sejak pagi hingga malam, langganan terus berdatangan ke kedai Mi Atep. Jajaran pigura berisi potret para pesohor terpampang di dinding kedai, seolah-olah meyakinkan calon pembeli kalau mi kaldu udang mereka sudah terverifikasi kelezatannya.
"Minya enak, segar, dan kaldu udangnya terasa sekali. Enak dimakan pagi-pagi untuk sarapan," kata Anggi, wisatawan asal Jakarta.
ANTARA