TEMPO.CO, Jakarta - Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada perdagangan awal pekan di Bursa Efek Indonesia diperkirakan bergerak bervariasi dengan peluang penguatan terbatas.
"Peluang penguatan terbatas karena dibayangi aksi ambil untung jangka pendek," kata analis dari First Asia Capital David Sutyanto saat dihubungi pada Senin, 7 Maret 2016. IHSG diperkirakan bergerak dengan support di 4.810 dan resisten di 4.880.
Pergerakan positif harga komoditas tambang akhir pekan lalu masih berpeluang mengangkat saham sektoral berbasiskan komoditas. Dari domestik, sentimen positif ditopang penguatan rupiah atas dolar Amerika Serikat.
IHSG akhir pekan lalu bergerak fluktuatif diwarnai aksi ambil untung (profit taking), tapi berhasil tutup tipis di teritori positif. Aksi ambil untung mendominasi saham sektor konsumsi. Sedangkan aksi beli lanjutan melanda saham tambang, perbankan, otomotif, dan infrastruktur. IHSG sempat koreksi 36 poin di sesi pertama, tapi berhasil berbalik arah dan tutup menguat tipis 6,844 poin di 4.850,883.
Baca Juga: YLKI Desak BCA Batalkan Penerapan Tarif Cek Saldo di ATM
Dalam sepekan terakhir, IHSG menguat 2,5 persen. Sedangkan sejak awal tahun, IHSG telah menguat 5,6 persen (ytd). Penguatan IHSG sepekan kemarin ditopang masuknya arus dana asing dengan pembelian bersih mencapai Rp 2,26 triliun. Pembelian bersih asing sejak awal tahun hingga akhir pekan kemarin mencapai Rp 3,79 triliun.
Aksi beli asing berlanjut pada perdagangan akhir pekan lalu hingga mencapai pembelian bersih sebesar Rp 306,87 miliar. Aksi tersebut menjadi penopang penguatan indeks. Dampak lainnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat terangkat ke Rp 13.159 atau menguat 0,76 persen. Ini merupakan posisi terkuat rupiah terhadap dolar sejak 3 Juni 2015.
Dari eksternal, tren bullish pasar utamanya ditopang oleh kebijakan stimulus lanjutan dari sejumlah otoritas moneter beberapa kawasan, apalagi bank sentral Cina (People's Bank of China), yang menahan tren perlambatan ekonomi negara tersebut.
Rebound lanjutan harga minyak mentah pekan kemarin hingga 9,6 persen di US$35,92 per barel, yang diikuti dengan kenaikan harga sejumlah komoditas tambang, turut menopang aksi beli saham tambang.
VINDRY FLORENTIN