TEMPO.CO, Surabaya – Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya menyita 34 kontainer berisi buah impor jeruk, pir, dan apel asal Cina di Terminal Peti Kemas Surabaya, Pelabuhan Tanjung Perak. Buah impor ilegal sebanyak 609,9 ton itu ditahan karena tak melampirkan surat jaminan kesehatan dari negara asal.
Untuk mengelabui petugas, importir menyusun bagian luar ribuan boks dalam kontainer itu berupa buah pir. Sebagian bahkan berada dalam kondisi yang rusak alias busuk. “Di luarnya pir, tetapi di dalamnya ada jeruk. Ini sangat berbahaya jika beredar di Indonesia, karena diduga mengandung penyakit lalat buah,” kata Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman di Terminal Peti Kemas Surabaya, Jumat, 4 Maret 2016.
Amran menegaskan pentingnya langkah antisipasi dengan menahan buah ilegal tersebut. Sebab, berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian tahun 2012, spesies lalat buah dari Negeri Tiongkok itu ialah Bactrocera tsuneonis atau Japanese Orange Fly alias Cutrus Fruit Fly. Ia merupakan organisme pengganggu tumbuhan yang tidak terdapat di Indonesia, sehingga perlu kewaspadaan tingkat tinggi.
Baca juga: Rizal Ramli: Impor Pangan Perlu Dikenai Tarif, Kenapa?
Jepang pernah terkena wabah lalat buah spesies tersebut, sehingga mengakibatkan 50 persen produk buahnya gagal panen. “Potensi kerugian yang dialami kalau ini lolos Rp 2,2 triliun, jadi diantisipasi karena bisa menimbulkan kerugian bila masuk ke Indonesia,” kata dia.
Selanjutnya, pihak Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya bekerja sama dengan Kepolisian Daerah Jawa Timur untuk menyidik pelaku importirnya. “Ada penegak hukum yang nanti menentukan hukumannya seperti apa,” ujarnya.
Kementerian Pertanian, kata Amran, bertekad melakukan pengawasan lebih ketat terhadap kasus-kasus impor produk pertanian ilegal semacam itu. Caranya ialah dengan memperketat pengecekan dan mengkontrol setiap saat.
Simak: Janji Menteri Perdagangan: Produk Impor Tak Akan Banjiri RI
Menurutnya regulasi pemerintah sudah jelas. “Kalau dokumen nggak lengkap pasti ditahan dan dimusnahkan. Sekarang yang penting pengetatan pengawasan di wilayah karantina di pelabuhan, supaya ini jangan bebas masuk.”
Kepala Bidang Karantina Tumbuhan Imam Djajadi menambahkan Permentan Nomor 4 tahun 2015 sudah jelas mengatur dua mekanisme surat rekomendasi impor buah. Yakni dokumen kesehatan yang berasal dari negara yang diakui dan dari laboratorium yang sudah diregistrasi pemerintah Indonesia.
Untuk itu, pihaknya optimistis impor buah akan lebih diperketat pada 2016 karena kewajiban surat rekomendasi tersebut. “Sekarang buah harus diuji di negara asal untuk keamanan pangannya, laboratoriumnya pun harus yang ditunjuk yang punya kompetensi,” kata dia.
Imam menambahkan, penahanan 34 kontainer buah ilegal ini merupakan yang terbesar selama tiga tahun terakhir. Temuan besar oleh Balai Karantina Pertanian Surabaya pernah dilakukan pada 2012. “Waktu itu kami tahan jeruk 400 kontainer. Modusnya sama, bagian luarnya berupa pir tapi dalamnya jeruk,” tuturnya.
ARTIKA RACHMI FARMITA