TEMPO.CO, Jakarta - Baru diterapkan pada Juni 2014, Bali akan kembali merevisi pajak progresif kendaraan bermotor roda empat untuk meningkatkan pendapatan asli daerah atau PAD.
Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Bali I Made Santha mengatakan salah satu pasal yang direvisi terkait data pembanding kendaraan bermotor akan berdasarkan Kartu Tanda Penduduk (KTP), tidak lagi berdasarkan Kartu Keluarga (KK).
"Ternyata selama ini, kalau didasarkan data KK banyak nama kedua di keluarga membeli kendaraan di luar daerah. Masalah seperti itu akhirnya lolos dari pajak progresif," ujarnya kepada Bisnis.com, Kamis (3 Maret 2016).
Santha mengemukakan penetapan atas dasar KTP diharapkan menjadi solusi terbaik meningkatkan PAD sekaligus mencegah terjadinya kemacetan. Pasalnya, paska diterapkan pada Juni 2014, pajak progresif kendaraan roda empat memunculkan dilema baru berupa banyaknya kendaraan berpelat luar beroperasi di Bali.
Di sisi lain, pajak progresif sebenarnya bertujuan untuk meningkatkan pendapatan sekaligus menekan jumlah kendaraan dan mengurangi kemacetan. Lebih lanjut dijelaskan sistem pajak progresif akan dikenakan pemilik kendaraan sesuai nama dan alamat KTP untuk menghindari masyarakat membeli kendaraan roda empat di luar daerah.
Untuk besaran pajaknya, masih sama seperti yang dikenakan tahun lalu, yakni tarif kepada kepemilikan pertama 1,5%, kepemilikan kedua 2%, dan terus bertambah sebesar 0,5% untuk kendaraan berikutnya. Sayangnya, belum diungkapkan seberapa besar dampak pengenaan didasarkan KTP terhadap peningkatan PAD.
"Kami semata-mata tidak saja hanya memikirkan pendapatan, tetapi ini juga ada kaitannya dengan kapasitas daya dukung Bali. Bagaimanapun juga kalau banyak pelat luar beroperasi di sini itu juga menurunkan pendapatan," ungkapnya.
Jumlah kendaraan bermotor di Bali mencapai 3.04 juta unit, terdiri atas 15% roda empat, dan 85% roda dua. Adapun dari total PAD 2015, Rp3,07 triliun, kontribusi pajak kendaraan bermotor mencapai Rp927,47 miliar.
Anggota Komisi II DPRD Bali Anak Agung Ngurah Adi Ardana mengakui saat ini pihaknya masih melakukan studi banding terkait pengajuan pengenaan berdasarkan KTP. Menurutnya, masih akan dikaji secara benar seberapa besar dampak perubahan data tersebut terhadap pendapatan daerah.
"Kami sudah dapat masukan dan sudah studi banding ke beberapa daerah. Saya kira harus dibahas dulu sampai mana pajak progresif, yang intinya dari KK menjadi KTP berpengaruh terhadap pendapatan," ujarnya.
Menurutnya, apabila hanya karena alasan banyak kendaraan luar daerah maka bisa dilakukan pemutihan tanpa harus merevisi perda. Dengan demikian, pemilik kendaraan yang membeli di luar daerah akan terdorong memutasi pelat kendaraanya.
Kajian lain yang akan dilakukan legislatif terkait seberapa besar penerapan pajak progresif berpengaruh terhadap pendatan asli daerah. Hingga saat ini, ujar Adi, belum ada laporan peningkatan paska keputusan menaikkan pajak progresif.
"Sebenarnya, kami mungkin akan setuju perubahan dari KK ke KTP, tetapi harus tahu seberapa besar yang beli kendaraan di Bali atau sampai titik berapa pajak progresif kemarin berapa dan bisa jadi berapa," jelasnya.