TEMPO.CO, Jakarta - Kamar Dagang Indonesia (Kadin) mendorong Kementerian Agama untuk membuat payung hukum untuk mendukung eksportir lokal memiliki daya saing yang tinggi di pasar Timur Tengah.
Ketua Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Komite Timur Tengah dan Organisasi Konferensi Islam (OIC) Mohamad Bawazier mengatakan dalam regulasi Undang Undang No. 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH), belum mengakomodir perlindungan bagi eksportir yang ingin melakukan ekspor ke Timur Tengah. Sehingga, ketiadaan ini membuat produk eksportir lokal menjadi kalah saing dengan kompetitor.
Menurutnya, ada dampak psikologis yang dapat ditimbulkan dari penerbitan regulasi bahwa produk Indonesia dijamin kehalalannya oleh Pemerintah Indonesia. "Kita butuh payung hukum berupa peraturan pemerintah (PP) sebagai turunan dari UU JPH untuk memberikan jaminan perlindungan bagi eksportir dan calon konsumen.
Sebab, beberapa eksportir kita kalah saing dengan kompetitor dari negara lain. Meski mereka sudah mengantongi izin label halal dari MUI," ujar Bawazeer kepada Bisnis, Rabu (2 Maret 2016). Dia mengatakan, aspek pendukung lain di luar pemerintah seperti fatwa halal dan sertifikat yang diterbitkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah berperan cukup baik dalam memberikan kepercayaan calon pembeli dari negara tujuan.
Saat ini, fatwa halal MUI telah diakui oleh Islamic Chamber of Commerce, Industry and Agriculture (ICCIA). Namun demikian, apabila peran pemerintah untuk menjamin perlindungan untuk calon pembeli belum ada, maka hal itu tidak akan cukup membantu.
"Peran MUI sudah bagus, tinggal dukungan resmi dari pemerintah saja dengan menurunkan regulasi yang menjamin kehalalannya." Bawazeer melanjutkan, minimnya dukungan dari pemerintah akhirnya berdampak pada sebagian pengalihan negara tujuan oleh eksportir yang awalnya bisa direct ke Timur Tengah malah melalui Malaysia.
Ini terjadi karena lebih mudahnya proses regulasi yang diterapkan oleh Pemerintah Malaysia dan eksportir mendapat jaminan. "Sebagian berpikir lebih baik produknya segera terjual, meski mereka tahu negara tujuan yang akan disasar oleh Malaysia adalah Timur Tengah. Sebenarnya lebih baik menempuh jalur langsung karena efek ke perekonomian akan lebih terasa."
Berdasarkan catatan Kadin, ada beberapa komoditas ekspor utama yang diimpor oleh negara-negara di Timur Tengah dari Indonesia. Seperti, minyak nabati, makanan olahan, olahan kertas, suku cadang kendaraan, peralatan elektronik, karet, mebel, dan pakaian. Beberapa komoditas tersebut membutuhkan sertifikasi MUI untuk menjamin kehalalannya.
Adapun secara nilai ekspor, dilihat dari tren sepanjang tahun 2010-2015 rata-rata kenaikan mencapai 5,27%. Pertumbuhan terendah terjadi pada tahun lalu, dimana penurunannya menembus angka 16,16% dengan nilai ekspor US$5,03 miliar.
Data ini merupakan gabungan dari negara Arab Saudi, Bahrain, Irak, Iran, Kuwait, Lebanon, Oman, Syria, Uni Emirat Arab, Yaman, dan Yordania.
Prospek turun.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Lisman Sumardjani mengatakan prospek ekspor mebel ke Timur Tengah pada tahun ini akan turun.
Menurut dia, hal ini disebabkan karena faktor internal yang saat ini masih bergemuruh di sejumlah negara di kawasan tersebut, seperti kondisi politik yang belum stabil dan perang masih berkecambuk. Dimana, akan membuat terganggunya jumlah permintaan.
"Ekspor mebel sangat berkorelasi dengan pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Saya lihat tahun ini permintaan mebel di Timur Tengah akan menurun, lebih dikarenakan kondisi internalnya." Saat ini, lanjut dia, mayoritas negara yang menjadi sasaran ekspor mebel adalah Amerika Serikat, Cina, dan Uni Eropa. Kawasan tersebut dinilai menjadi sentra pertumbuhan ekonomi dunia sehingga jumlah permintaan bisa dipastikan meningkat.