TEMPO.CO, Jakarta - Staf ahli Menteri Koordinator Kemaritiman dan Sumber Daya, Ronnie Higuchi Rusli, mengklaim bahwa Presiden Joko Widodo sudah setuju ihwal opsi pengembangan kilang darat Blok Masela. Menurut dia, kilang darat lebih hemat biaya daripada kilang terapung.
"Kalau FLNG (Floating LNG/kilang gas terapung) yang dipilih, Presiden pasti sudah memutuskannya dari dulu," katanya di kantor parlemen, Rabu, 2 Maret 2016.
Berdasarkan studi Kementerian Koordinator Kemaritiman, biaya total kilang darat mencapai US$ 19,33 miliar untuk kapasitas kilang 2 x 3,75 juta ton per tahun. Perhitungan biaya terinci dalam komponen well head di dasar laut US$ 2,9 miliar, floating processing storage and offloading (FPSO) US$ 4,8 miliar, pemipaan ke darat US$ 1,2 miliar, dan proses OLNG menjadi gas cair di darat sebesar US$ 9,9 miliar.
Baca: Kisruh Blok Masela, Jokowi Minta Menteri Tak 'Gaduh' dan Langkahi Presiden
Kilang darat juga diklaim Ronnie lebih cepat beroperasi, yakni pada 2025. Sedangkan kilang terapung bakal melenceng dari jadwal dengan proyeksi produksi pada 2029. Ronnie menjamin, jika kilang darat dipilih, pengembangan Masela hanya sedikit mengalami perubahan. "Tidak banyak perubahannya, jadi cepat," tuturnya.
Baca Juga:
Namun klaim Ronnie ini bertentangan dengan target produksi kilang terapung dari rencana pengembangan (plan of development) Inpex, selaku kontraktor. Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Amien mengatakan produksi gas Blok Masela dengan kilang terapung bakal sesuai dengan jadwal, yakni 2024.
Hingga saat ini, Presiden Joko Widodo belum memutuskan nasib salah satu blok gas terbesar itu. Jokowi menunggu studi pengembangan wilayah Maluku yang disusun Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral bersama Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
ROBBY IRFANY