TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo meminta pembentukan holding badan usaha milik negara (BUMN) dilakukan secara hati-hati dan sungguh-sungguh dengan memperhatikan efektivitas energi. "Ini untuk membuat BUMN lebih ramping dan gesit dan tidak terbebani hal nonprofesional,” ucapnya seperti disampaikan Sekretaris Kabinet Pramono Anung saat memberikan keterangan pers kepada wartawan setelah mengikuti rapat terbatas di kantor Presiden, Jakarta, Senin, 29 Februari 2016.
Menurut Pramono, Presiden mendapat masukan dari Menteri BUMN Rini Soemarno dan dikuatkan oleh kementerian lain mengenai holding BUMN agar lebih sehat dan kuat. Hal ini bertujuan agar BUMN terhindar dari praktek yang pernah terjadi, seperti dengan mudahnya ditempeli kekuatan partai politik tertentu.
Mas Pram—panggilan akrab Pramono Anung—menyebutkan ada beberapa holding BUMN yang dibicarakan. Antara lain infrastruktur, perbankan, pertambangan, energi baru, dan ketahanan energi. "Rencana tersebut akan disampaikan secara rinci oleh kementerian terkait bila sudah difinalkan."
Baca Juga: Jokowi Minta BUMN Tak Hanya Fokus pada Untung-Rugi
BUMN dalam jangka panjang, ujar Pamono, diharapkan akan menjadi kekuatan seperti halnya Temasek, Singapura, dan perusahaan milik pemerintah di Malaysia. “Adanya sinergi akan membuat proses pembangunan holding BUMN semakin kuat."
Proses yang akan terjadi dalam holding BUMN juga diharapkan secara natural. “Prosesnya tentu ada perubahan peraturan pemerintah sebagai turunan undang-undang,” tuturnya.
Dengan terbentuknya holding, diharapkan BUMN tidak lagi menerima bantuan dana dari APBN. “Mereka akan menghidupi dirinya sendiri menjadi lebih besar. Mereka memberikan kontribusi pemasukan, baik dari keuntungan maupun pajak, kepada negara,” katanya.
SETIAWAN ADIWIJAYA