TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan pemerintah masih memiliki keleluasaan memperlebar ruang defisit anggaran hingga 2,3 persen dari produk domestik bruto(PDB). Ruang pelebaran tersebut terbuka karena masih ada sisa lebih penggunaan anggaran (SILPA) Rp 20 triliun. “Itu mau kami pakai untuk pembiayaan,” kata Bambang di kantornya, Senin, 29 Februari 2016.
Dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara 2016, defisit anggaran diasumsikan 2,15 persen PDB sebesar Rp 12.707 triliun atau sekitar Rp 273,2 triliun. Jika SILPA ditambah pada pembiayaan, maka jumlahnya menjadi Rp 293,2 triliun. Dengan PDB 12.707, maka defisit tercatat 2,3 persen.
Bambang menjelaskan, penerimaan negara terancam tertekan karena beberapa hal. Pertama, turunnya harga minyak. Jika harga minyak mencapai US$ 30 per barel, maka penerimaan akan berkurang Rp 90 triliun. Perkiraan ini dengan asumsi lifting minyak yang diasumsikan 830 ribu barel per hari ikut turun. “Pokoknya kami hitung kemungkinan terjelek,” kata Bambang.
Baca juga: Pemerintah batasi defisit anggaran daerah
Kedua, menurut Bambang, ditundanya pembahasan Rancangan Undang Undang Pengampunan Pajak oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Untuk mengatasi ini, pemerintah menyiapkan dua skenario APBN Perubahan 2016. “Dengan atau tanpa tax amnesty pasti harus ada penyesuaian target penerimaan pajak,” ucapnya.
Lebih jauh Bambang mengatakan anggaran perubahan paling lambat harus dibahas Juli mendatang. Kapan pun pengampunan pajak diterapkan, ia memperkirakan bakal berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak. Namun ia menolak menyebutkan potensi penerimaan pajak jika pengampunannya diterapkan pada semester dua. “Pokoknya lumayan,” kata dia.
TRI ARTINING PUTRI