TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Presiden Joko Widodo sedang gencar melakukan deregulasi dan debirokratisasi melalui paket-paket kebijakan ekonomi. Sayangnya, langkah yang dilakukan untuk menggiatkan investasi ini belum diikuti di daerah-daerah.
Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) mendapati kenyataan bahwa memulai kegiatan ekonomi di era desentralisasi ini bukan hal yang mudah. "Ada banyak jenis perizinan yang harus diurus saat akan memulai usaha di daerah yang fungsinya hampir sama, yakni registrasi," kata Direktur Eksekutif KPPOD Robert Endi Jaweng di Cikini, Jakarta, Ahad, 28 Februari 2016.
Robert menyatakan, dalam tiap upaya untuk memulai bisnis, pengusaha harus melalui rata-rata 13 prosedur dalam 47,8 hari. Di tingkat ASEAN, peringkat Indonesia kalah oleh Thailand dengan 26 hari dan Malaysia 18 hari. Sedangkan di Singapura, waktu yang diperlukan untuk mengurus segala izin pendirian usaha tak lebih dari sepekan.
Dengan begitu, menurut Robert, tak heran bila kemudahan berusaha di Indonesia masih berada di peringkat ke-109 dari 189 negara. "Jadi, bila Pak Jokowi menargetkan indeks kemudahan berusaha kita di peringkat ke-40 pada 2017, banyak yang harus dibenahi," ucapnya.
Di antara hal yang bisa dilakukan di daerah, ucap Robert, adalah menggabungkan surat izin usaha perdagangan (SIUP) dengan tanda daftar perusahaan (TDP). Selain itu, surat keterangan domisili usaha (SKDU) dapat dihapuskan. "Semua dokumen ini fungsi pokoknya sama, yakni registrasi, bisa dijadikan satu," tuturnya.
Selain itu, izin gangguan di daerah dinilai kurang relevan diterapkan, karena sudah ada analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). Meski ada implikasinya terhadap Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pedoman Penetapan Izin Gangguan di Daerah, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak mempersyaratkannya. Sebagai perbandingan, di Surabaya, rata-rata waktu yang diperlukan untuk mengurus izin gangguan mencapai 14 hari.
Robert juga menyatakan izin mendirikan bangunan (IMB) perlu disederhanakan. Di antaranya dengan menghapus prosedur memperoleh ketetapan rencana kota (KRK) dan rencana tata letak bangunan (RTLB) dalam pengurusannya. Tak hanya itu, syarat persetujuan tetangga untuk memperoleh IMB juga dinilai sangat menyulitkan. "Di Kediri, ada pabrik yang selama sepuluh tahun gagal didirikan karena tak mendapat izin tetangga. Dalam kasus seperti ini, pemerintah seharusnya memfasilitasi," katanya.
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sebenarnya telah mendorong sinergi antara pemerintah pusat dan daerah guna mempercepat layanan perizinan kepada investor. Percepatan dan kemudahan investasi di daerah dilakukan dengan konsep perizinan terpadu satu pintu (PTSP)
Kepala BKPM Franky Sibarani menuturkan saat ini sudah terbentuk 511 PTSP daerah dari 561 wilayah di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 341 PTSP telah mengimplementasikan sistem layanan perizinan online BKPM. "Artinya, 91 persen dari daerah telah membentuk PTSP di wilayahnya. Kami berharap keberadaan mereka dapat dimaksimalkan untuk mendorong percepatan layanan perizinan kepada investor daerah," ujarnya.
PINGIT ARIA