TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pariwisata Arief Yahya mengklaim alokasi anggaran untuk memasarkan pariwisata di Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain. Jika kebanyakan negara dunia hanya mengalokasikan 30 persen anggaran untuk promosi pariwisata, Indonesia mematok angka lebih tinggi, yakni berkisar 40 persen.
Arief menjelaskan, lazimnya alokasi promosi pariwisata di negara lain mencapai 70 persen untuk pemasaran non-digital atau melalui media cetak dan televisi. “Sementara 30 persennya melalui Internet,” ujarnya di Jakarta, Jumat, 26 Februari 2016.
Namun, melihat potensi pengguna di dunia maya saat ini, Arief mencoba meningkatkan alokasi promosi melalui Internet menjadi 40 persen. "Jadi anggaran digital tourism kita lebih tinggi daripada rata-rata negara dunia," kata Arief.
Arief mengatakan saat ini kecenderungan promosi memang masih melalui media cetak dan televisi. Namun promosi ini sebenarnya tak lagi efektif atau berbeda dengan pemasaran di dunia maya. “Dengan fasilitas browser, misalnya, pengunjung dapat menggunakan fasilitas pencarian.”
Kebanyakan pelancong, baik yang berpergian untuk urusan bisnis maupun urusan travel, sudah menggunakan Internet. Sebanyak 65 persen pengguna yang ingin berpergian untuk tujuan wisata mengakses Internet untuk memperoleh informasi dan 69 persen pengguna menggunakan jasa Internet untuk mencari informasi terkait dengan keperluan bisnis.
Arief mengatakan saat ini program promosi digital sudah berjalan di Indonesia, terutama promosi untuk sekadar mencari tahu. Ke depan, fasilitas pemesanan dan pembayaran juga akan ditingkatkan sehingga dapat meningkatkan jumlah pengunjung.
Untuk meningkatkan promosi pariwisata, Kementerian telah merangkul sejumlah browser untuk menjangkau pasar dunia. Salah satunya merangkul Google. Baru-baru ini ,untuk menyasar pasar Cina, Kementerian juga telah mengajak browser asal negara Cina, Baidu. Hal ini dilakukan untuk menarik 10 juta wisatawan Cina ke Indonesia.
MAWARDAH NUR HANIFIYANI