TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safrudin mengatakan pemerintah perlu segera menurunkan harga bahan bakar untuk jenis premium dan solar. Alasannya, harga minyak dunia yang anjlok hingga US$ 30 per barel dan kualitas bahan bakar yang tidak sesuai dengan harga yang dibayarkan konsumen.
"Pemerintah masih menggunakan harga pasar sebagai harga keekonomian penetaoan harga BBM, tetapi premium RON 88 masih dijual Rp 6.950 per liter, solar 48 sebesar Rp 5.600 per liter masih terlalu tinggi," kata Safrudin di kantor KPBB Jakarta, Jumat 26 Februari 2016.
Menurut perhitungan KPBB, ujar Safrudin, untuk premium RON 48 harga keekonomian hanya Rp 3.800 per liter termasuk komponen alpha, profit pertamina, dan biaya distribusi serta Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen. Selain itu, untuk solar 48 harganya Rp 3.600 per liter. "Bila dijual dengan harga saat ini berarti jauh melampaui harga keekonomian dan masyarakat dirugikan.”
Kalau pemerintah tidak menurunkan harga, kata Safrudin, pemerintah bisa memanfaatkan momentum jatuhnya harga minya untuk meningkatkan kualitas bahan bakar. Ia mencontohkan dengan biaya premium Rp 6.950, pemerintah mendistribusikan bensin RON 95 atau setara jenis Pertamax dengan berbagai parameter bahan bakar yang sesuai standar Euro 4. "Seperti yang dijual di Malaysia," ujarnya.
Safrudin menjelaskan, harga jual bahan bakar RON 95 di Malaysia hanya sebesar RM 1.75 per liter atau setara Rp 6.125 per liter. Kalau kualitas solar seharga Rp 5.650 ditingkatkan, Pertamina dapat medistribusikan solar dengan standard RON 51 dan kadar belerang maksimal 50 ppm. "Tanpa harus menurunkan harga, masyarakat juga tidak dirugikan," kata dia.
Selain itu, KPBB merekomendasikan agar pemerintah menghentikan produksi dan penjualan Premium RON 88, Pertalite 90, dan Solar 48. Menurut Safrudin, pemerintah perlu mengganti peredaran bahan bakar dengan Bensin RON 91 dan 95 dengan harga Rp 6.325 per liter dan Rp 6.950 per liter, serta Solar 51 seharga Rp 5.690 per liter. Harga tersebut sudah termasuk komponen distribusi, PPN 10 persen, dan Pajak BBM.
ARKHELAUS W.