TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengungkapkan, kewajiban perusahaan-perusahaan besar, seperti Facebook, Twitter, dan Netflix, membuka badan usaha tetap (BUT) di Indonesia sudah disampaikan ketika Presiden Joko Widodo berkunjung ke kantor-kantor jejaring sosial di Silicon Valley, Amerika Serikat. Namun, kecenderungannya, mereka belum mau mengikuti kebijakan itu.
"Karena pasti lebih mudah dengan tidak punya badan usaha tetap di Indonesia, dari sisi pajak hingga kepraktisan," ujarnya ketika melaporkan hasil kunjungan Presiden Jokowi ke Silicon Valley, Rabu, 24 Februari 2015.
Sebelumnya, Netflix, yang menjalankan bisnis streaming video, nyaris dilarang aktif di Indonesia beberapa waktu lalu lantaran tidak mempunyai kantor atau badan usaha tetap di Indonesia. Selain itu, mereka tidak menjalin kerja sama dengan operator di Indonesia.
Rudiantara menyatakan tengah mencari cara agar perusahaan-perusahaan over the top yang notabene perusahaan asing itu mau membuka kantor di Indonesia. Kalaupun sudah punya kantor, kantor itu tak boleh sebagai trade office saja, tapi juga sebagai kantor cabang permanen yang bisa memberikan layanan publik (customer services) kepada masyarakat Indonesia.
Salah satu cara yang sudah dilakukan untuk membujuk mereka, menurut Rudiantara, adalah mengeluarkan bisnis digital dari Daftar Negatif Investasi Indonesia. Untuk bisnis dengan nilai di atas Rp 100 miliar, perusahaan asing itu boleh memiliki kontrol sebesar 100 persen. "Jadi kami memberikan ruang fleksibilitas kepada mereka agar mau membuka kantor di sini," tuturnya.
Baca Juga:
Rudiantara pun menegaskan bahwa peraturan membuka kantor itu akan bersifat wajib tapi mengikutkan masa transisi. "Enggak boleh mereka enggak mau buka kantor di sini,” tuturnya. Saat ini, pemerintah masih melakukan pendekatan bisnis ke perusahaan-perusahaan tersebut. “Enggak bisa langsung dengan pendekatan kami sebagai penguasa.”
ISTMAN MP