TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Agus Susanto ingin mengoptimalkan imbal hasil (return) sebagai program jangka pendeknya. Seusai dilantik Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Agus mengatakan keberadaan BPJS mesti bisa memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional. "Jadi tidak hanya untuk pekerja, tapi kalau bisa sekali mendayung dua-tiga pulau terlampaui," ucapnya, Selasa, 23 Februari 2016.
Agus belum secara detail menjelaskan misinya untuk masa lima tahun ke depan. Namun ia menyebut BPJS bisa memaksimalkan kapasitas portofolio yang dimiliki. Dengan modal besar itu, BPJS bisa mendorong penciptaan lapangan kerja.
Agus mencontohkan, bila ada portofolio efek yang tidak diperdagangkan tidak menutup kemungkinan untuk bisa dipinjamkan. "Kami akan lihat di sektor mana yang akan memberikan imbal hasil maksimal."
Mantan bankir dari Bank CIMB Niaga itu menuturkan akan melihat arah investasi yang dirasa tepat. Oleh sebab itu, Agus mesti mempelajari skema portofolio yang sudah dikelola BPJS dan membahasnya dengan jajaran direksi yang baru. Baca Juga: BPJS Ketenagakerjaan Kelola Aset Masyarakat Rp 203 Triliun
Dengan latar belakang sebagai bankir, Agus menyatakan, pengelolaan dana di BPJS tak beda dengan bank, yaitu mesti dilakukan dengan hati-hati lantaran ada dana masyarakat atau pekerja.
Presiden Joko Widodo melantik Dewan Direksi serta Dewan Pengawas BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan periode 2016-2021. Dewan Direksi BPJS Ketenagakerjaan yang dilantik, yakni Direktur Utama Agus Susanto menggantikan Elvyn G. Masasya dan enam direktur lain. Enam direktur itu, terdiri atas M. Krishna Syarif, Evi Afiatin, Enda Ilyas Lubis, Amran Nasution, Sumarjono, dan Naufal Mahfudz.
Sebelumnya, tahun ini BPJS Ketenagakerjaan menargetkan perolehan dana Rp 246,52 triliun untuk dikelola. Jumlah itu tumbuh 20 persen dibandingkan perolehan dana kelola tahun lalu yang mencapai Rp 206,06 triliun. Dengan target itu hasil investasi BPJS Ketenagakerjaan diharapkan bisa menembus angka Rp 21,2 triliun.
ADITYA BUDIMAN