TEMPO.CO, Jakarta -Chief Executive Officer Dicoding Indonesia Narenda Wicaksono mengatakan aplikasi untuk ponsel pintar di Indonesia berkembang dengan pesat. "Bahkan, hampir semua lowongan pekerjaan di bidang teknologi informasi menyertakan persyaratan dapat menguasai pengembangan aplikasi," kata Narenda di Locanda Cafe, Jakarta, Senin, 22 Februari 2016.
Berbagai jenis iklan aplikasi pun turut berkembang. Hal ini, kata Narendra, menunjukan permintaan pengembangan aplikasi terus melesat. Pengembangan aplikasi juga didukung oleh pemerintah. "Hal ini, menurut dia terlihat dari kunjungan Presiden Joko Widodo ke Amerika Serikat dan menemui sejumlah tokoh yang mumpuni dalam bidang teknologi informasi.
"Tak tanggung-tanggung-tanggung, Jokowi bahkan ingin menciptakan 1.000 technopreneurs. Selain itu, sebanyak 12.000 orang terdaftar ingin belajar mengembangkan aplikasi," katanya.
Menurut Narenda, perkembangan aplikasi di Indonesia menunjukan tren yang terus tumbuh. Namun, pertumbuhan tersebut belum diimbangi dengan peningkatan kualitas.
Narenda mengatakan ada dua indikator yang menentukan kualiatas aplikasi, yakni tingkat rating dan jumlah pengunduh atau downloader. Ia mencatat aplikasi di Indonesia yang memiliki rating di atas 4,5 hanya 10 persen. Meski begitu, angka tersebut mengalami peningkatan sekitar tiga persen. "Sebelumnya tidak segitu," kata Narenda.
Dari segi jumlah pengunduh, kata Narendra, tidak lebih dari 10 persen aplikasi yang berkontribusi dalam menyumbangkan 100.000 download. Menurutnya, untuk masuk dalam kategori satu juta download itu sulit sekali karena harus compete satu sama lain. "Dilihat dengan karakter yang ada, saya optimistis ini bisa terus membaik," kata Narenda.
Menurut Narenda, ada beberapa hal yang menjadi kendala terhambatnya perkembangan aplikasi di Indonesia. Pertama, bagi developer kerap sulit menentukan aplikasi apa yang akan ia buat. Padahal, potensi di Indonesia sangat besar. Diperkirakan, Indonesia akan menjadi negara terbesar ke empat dalam pasar telepon pintar atau smartphone.
Pengembang aplikasi juga sulit untuk membuat produk dengan standar yang baik. Menurut Narenda, mereka banyak yang belum memahami cara membuat produk yang sesuai standar. Terakhir, setiap produk yang telah dibuat sulit dijangkau oleh konsumen. Banyak aplikasi yang tidak dikenal konsumen. "Jadi masalahnya, yaitu idea, good standard, dan discoverability," kata Narenda.
LARISSA HUDA