TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menggandeng Bank Indonesia dan Mahkamah Agung untuk melatih para hakim perihal kebanksentralan dan jasa keuangan. "Kerja sama ini untuk mengantisipasi semakin kompleksnya industri jasa keuangan," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad di Hotel Borobudur Jakarta, Senin, 22 Februari 2016.
Muliaman mengatakan interkoneksi antarjasa keuangan hingga saat ini semakin tinggi. Ia menyebut sudah ada sedikitnya 50 grup konglomerasi lintas sektoral di jasa keuangan. Baik itu lintas sektoral di perbankan maupun pasar modal. Kondisi itu mengakibatkan persaingan makin ketat sehingga berpotensi menimbulkan moral hazard.
Muliaman menilai para hakim harus profesional dalam memeriksa dan mengadili perkara yang berkaitan dengan perbankan dan jasa keuangan. Munculnya penawaran investasi ilegal akan merugikan masyarakat. Hakim perlu memiliki pengetahuan untuk menangani perkara tersebut.
Baca: Turunkan Suku Bunga Perlahan, Bukti BI Sulit Diintervensi
OJK saat ini juga telah membentuk satuan tugas waspada investasi. Satuan tugas itu melibatkan kepolisian, kejaksaan, pengawas pasar modal, dan beberapa kementerian, seperti perdagangan. Sebab, OJK fokus pada perlindungan konsumen. "Izin investasi harus dikeluarkan OJK secara resmi."
Gubernur BI Agus Martowardojo berujar kerja sama dengan MA sudah berlangsung selama 14 tahun. Independensi masing-masing lembaga, yaitu BI, OJK, dan MA, tetap harus dijaga. Selain itu, pejabat yang menangani perkara perlu mendapat perlindungan hukum asalkan penanganan dilakukan secara akuntabilitas. "Harus didukung dengan orang-orang kompeten karena kalau tidak akan menimbulkan moral hazard," katanya.
Ketua MA Muhammad Hatta Ali berharap materi pelatihan yang diberikan selalu diperbarui, termasuk metode pembelajaran. Ia menilai materi soal mata uang perlu didalami mengingat pentingnya dampak penyalahgunaan mata uang. "Galilah pengetahuan dari para narasumber sebanyak-banyaknya," katanya.
DANANG FIRMANTO